Minggu, Desember 22, 2013

Mengapa Harus (Hari) Ibu, bukan Ayah?



LEBIH tepat tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Pergerakan Perempuan, bukan Hari Ibu. Mengapa? Jika membuka catatan sejarah, pada 22 Desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Dari situ kemudian dimulai serangkaian pertemuan antara berbagai organisasi atau perkumpulan perempuan Indonesia. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan, kongres ini terakhir digelar pada Juli 1941 (Kongres IV) di Semarang. Saya belum menemukan catatan mengapa tiba-tiba tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Ibu. Bukankah tidak semua perempuan akan menjadi ibu, seperti halnya tidak semua lelaki akan menjadi ayah?

Terlepas dari kekeliruan sejarah yang belum saya temukan jawabannya itu, tiba-tiba terngiang dalam benak saya sebuah pertanyaan: Mengapa harus ibu, bukan ayah? Dalam tradisi Islam mashur sebuah hadist yang memposisikan ibu lebih tinggi tiga tingkat dari ayah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa seorang pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: Siapakah yang berhak aku layani? Nabi menjawab: Ibumu. Kemudian siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Kemudian siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Kemudian siapa lagi? Nabi menjawab: Ayahmu. Saya bukan ahli hadist, jadi mohon maaf tidak dapat menjelaskan konteks yang melatarbelakangi hadist tersebut. Meski demikian pertanyaan saya sederhana saja: Mengapa harus ibu? Mengapa 3 kali, bukan 2, 5, 7, atau bahkan lebih?

Selasa, Desember 17, 2013

Mandela dan Winnie: Seikat Kisah Cinta



Sayangku Winnie,
Foto indahmu masih berdiri sekitar dua meter di atas bahu kiriku ketika aku menulis catatan ini. Setiap pagi, aku membersihkannya dari debu dengan hati-hati. Kegiatanku ini memberiku perasaan yang menyenangkan seakan-akan aku membelaimu di hari tua. Aku bahkan menyentuh hidungmu, sesuatu yang selalu membuatku bergetar seperti ada aliran listrik yang mengaliri darahku setiap kali aku melakukannya. Nolitha berdiri di atas meja tepat di sebelahku. Bagaimana mungkin semangatku akan jatuh ketika aku mendapatkan perhatian dan cinta dari wanita yang indah seperti kalian?


Surat tadi ditulis Nelson Mandela saat masih berada dalam penjara. Bertanggal 15 April 1976. Winnie adalah istri kedua Mandela setelah perceraiannya dengan istri pertama, Evelyn. Mereka menikah pada 1958.  Winnie begitu istimewa di hati Nelson Mandela. Mengingat ikatan cinta mereka yang begitu kuat khususnya saat Mandela dalam penjara selama hampir 30 tahun, awalnya saya meyakini Winnie yang akan terus menemani sebagai istri hingga akhir hayat Mandela (5 Desember 2013). Ternyata tidak. Takdir berkata lain. Hubungan mereka justru retak, beberapa tahun setelah Mandela keluar dari penjara.

Minggu, Desember 15, 2013

Sukarno vs The Beatles




SORE itu saya lagi jatuh cinta sama buku kumpulan lagu The Beatles. Hampir tiap ke Gramedia, raknya saya lewati. Lirik sebentar, lalu pergi. Entah, hari itu daya tariknya lebih dari biasanya. Mungkin benar, kadang cinta butuh waktu yang tepat. Hehehe.. Setelah mengambil buku The Beatles tadi, seperti biasa, saya selalu menyempatkan diri menengok kumpulan buku biografi dan sejarah. Ada satu buku tentang Bung Karno yang terpajang sendiri. Begitu coba melihat beberapa bagian isinya, saya terkejut: Bung Karno membenci The Beatles?!

Bukan Bung Karno saja, tapi Imelda Marcos (mantan ibu negara Philipina) juga membenci Beatles. Meski dengan alasan yang berbeda. Kisahnya berawal dari konser The Beatles di Manila atas undangan Imelda Marcos. Karena ingin penampilan khusus, Imelda mengundang The Beatles untuk bernyanyi di Istana sebelum konser resmi berlangsung. Permintaan ini serta merta ditolak oleh Beatles sebab tidak dijadwalkan sebelumnya. Imelda murka. Sejak itu cintanya pada Beatles berakhir benci. Tetapi bagaimana dengan Bung Karno? Mengapa ia juga membenci dan melabeli lagu The Beatles dengan sebutan “ngak ngik ngok”?

Senin, Desember 09, 2013

Memotret Konser Raisa (dkk)


Raisa in Concert (Kendari: 7 Des 2013) ~aswanzanynu


HARI itu Sabtu 7 Desember. Tanggal di kelender sudah dilingkari jauh hari sebelumnya. Meski saya sendiri tidak terlalu yakin dapat hadir dalam konser itu. Kalo hanya membawakan lagu beraliran pop, mungkin perlu berpikir dua atau tiga kali untuk hadir. Untung Raisa sejak awal selalu tampil dengan nada jazzy. Sayang, tiket belum ada di tangan hingga malam. Pada dasarnya niat utama saya jauh lebih pada mengasah skill kamera. Memotret konser dari jarak yang jauh miliki tingkat kesulitan tersendiri. Ditambah dengan suasana malam yang sangat minim cahaya. Kalau untuk mendengarkan lagu-lagunya, lebih nyaman di rumah. Via Youtube sudah sangat memuaskan. Bisa sambil ditemani teh hangat trus tidur-tiduran (belakangan saya sadar kalau asumsi ini salah!).

Rasa pesimis saya makin menjadi-jadi karena cuaca malam itu mendadak tidak seperti yang saya harapkan. Pagi sampai sore, Kendari begitu cerah. Jelang maghrib, rinai hujan mulai turun. Mendung tiba-tiba ceperti pecah. Hujan tumpah dari langit. Cuaca seperti ini tidak dapat ditembus dengan motor yang tak beratap milik saya. Hehehe.... yakin sih konser akan mulur. Dari awal jadwal pukul 7 malam, entah sampai kapan. Hujan tak dapat ditebak kapan akan berhenti. Pesimis makin terkerek naik. Seperti sudah siap dengan ketidakmujuran, sore sebelum hujan turun saya memposting pesan via Path. Sebuah percakapan imajiner Raisa (R) dengan saya (S). Ini kutipannya.

Jumat, November 01, 2013

Penjelajah Sunyi



TIDAK ada yang kebetulan. Saya yakin itu. Seperti kata Einstein: Tuhan tidak melempar dadu. Semuanya sudah ditata dengan sangat teratur dan detail oleh kekuatan yang tidak kita lihat secara kasat mata. Saya sendiri tidak dapat membayangkan akhir bulan lalu dapat kembali bertemu dengan dosen sekaligus penguji magister di Pasca Sarjana Univ Hasanuddin Makassar, setelah 11 tahun berlalu. Kini beliau sudah menjadi guru besar: Prof. Hafied Cangara. Rasanya baru kemarin dia memberondong pertanyaan di ruang ber-AC yang tetap membuat saya terus dan terus menguras keringat. Beberapa teman yang menunggu di luar ruang ujian bahkan bertanya-tanya, mengapa saya selama itu ‘diinterogasi’? Hampir empat jam!

Masih ada yang lebih lama. Mentor jurnalisme radio saya, namanya Endang Nurdin. Dia reporter senior BBC London. Setahun lalu (entah bagaimana ceritanya) tiba-tiba muncul di ruang kerja saya di Kendari. Terakhir kami bertemu dalam sebuah pelatihan yang sangat mengesankan, 13 tahun sebelumnya di Makassar. Rasanya seperti penyu yang menemukan kembali pantai tempat ia dibesarkan. Haru. Bahagia. Tidak percaya. Banyak campuran perasaan yang ingin meledak seketika. Yang membuat saya makin terpesona, mereka masih tetap bersahaja. Waktu tidak mengubah mereka menjadi jemawa. Saya selalu merasa ‘ditekan’ untuk rendah hati saat bertemu orang yang tetap low profile di tengah suhu high narcissism hari ini.

Minggu, Oktober 20, 2013

Nabi dan Anaknya



LEBARAN Idul Adha kali ini mengingatkan saya pada kisah beberapa nabi dan anaknya. Di setiap khutbah Jum’at jelang Idul Adha atau pada saat lebaran, Ibrahim a.s. (keselamatan atasnya) dan anaknya Ismail a.s. selalu menjadi topik. Tidak terkecuali Sitti Hajar, istri nabi Ibrahim. Biarlah para khatib yang mengisahkan itu. Saya ingin melihat sisi yang sederhana saja: keluarga para nabi. Hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Meski menjadi manusia pilihan, para nabi tetaplah manusia. Saat membaca Al Qur'an, kita dapat merasakan rasa cinta yang mendalam. Suka cita. Kekhawatiran. Ketidakberdayaan. Semua sisi manusiawi mereka.

Izinkan saya memulai dengan bapak manusia: Adam a.s. Kisah Habil dan Qabil begitu simbolik menggambarkan dengki yang yang berujung pada pertumpahan darah. Al Qur’an tidak secara detail menjelaskan ke mana Qabil pergi setelah membunuh saudaranya (Habil). Yang pasti kita melihat cara Adam sebagai orang tua mereka, memberi jalan tengah yang arif sebelum memutuskan sebuah sengketa. Kepada keduanya, cinta diberikan oleh Adam. Merekalah yang memilih cara membalas kasih sang ayah. Masih dalam kerangka dengki, kita akan melihat kisah seorang nabi lain beserta anak-anaknya. Ini menjadi lebih rumit karena jumlah mereka lebih banyak.

Senin, Oktober 14, 2013

Akrobatik Gadget



TIDAK ada maksud untuk mempromosikan gadget. Tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang piranti ini setelah banyak pengalaman datang bersamanya. Perangkat yang awalnya dirancang untuk mendekatkan yang jauh, tapi ironisnya dapat menjauhkan yang dekat. Dalam sebuah pertemuan yang direncanakan, bukannya saling menyapa, tidak jarang kita justru seperti mati gaya. Kikuk karena berada di tengah sekumpulan orang yang asyik memainkan touch screen atau tombol QWERTY dengan ibu jari mereka, sementara kita melongo dan tidak tahu harus berbuat apa. (Masih musim kan ngetik teks dengan jempol, bukan kelingking?)

Tidak semua orang yang memainkan gadget sebenarnya ingin berkomunikasi dengan orang di seberangnya. Gadget yang disentuh atau ditekan pada dasarnya, secara tidak langsung, juga mengirim pesan pada orang di sekelilingnya. Saat gadget dimainkan, bisa saja seseorang ingin menyampaikan banyak hal. Misalnya ekspresi ini: “Membosankan, kapan pembicaraan ini berakhir?”. Atau “Wah senang sekali rasanya,” sambil memajang foto di media sosial, dia membatin: ”dunia harus tahu aku sedang bahagia”. Jangan lupa, gadget itu juga obat gengsi, pendongkrak harga diri. Makin mewah sebuah gadget (yang dipelihatkan), makin tinggi status sosial orang tersebut. Seolah gadget menjadi cermin karakter juga kasta sosial penggunanya. Harga telah menyulap nilai guna sebuah barang, menjadi prestise. Lalu masalahnya di mana? Ini nih!

Minggu, Oktober 06, 2013

(Belajar) Berenang di Kolam Jurnalisme



EMPAT Oktober sekitar lima belasaan orang berkumpul di ruang berukuran 4x4 meter. Sejuk, seperti masuk di belantara hutan tropis saat di luar udara membawa hawa gurun. Tampaknya sebelum pukul 2 siang mereka sudah hadir. Agak risih juga rasanya terlambat hampir 15 menit. Saya menghibur diri dengan mengatakan pada diri sendiri: “Di mana-mana, inspektur upacara itu datang belakangan”. He3.. ini bukan stand up comedy. Tapi beberapa trik dari monolog seperti itu boleh dipakai saat kepepet dan ingin berdamai dengan rasa bersalah. Berbeda dengan kampus tempat saya biasa mendongeng, ini kelas khusus. Pesertanya dari beberapa latar belakang ilmu yang berbeda. Ada yang sudah sarjana, ada pula yang masih kuliah. Tapi tujuan mereka sama: ingin belajar berenang di kolam jurnalisme.

Mengapa berenang? Nanti saya kisahkan. Intinya, untuk dongeng kali ini saya mesti cari cara agar dapat terasa menarik. Maklumlah, dari judulnya saja, sudah terkesan kalau materi dongeng ini akan membosankan: Manajemen Media Massa. Sementara ekspektasi kelas jurnalisme adalah cara menjadi reporter, bukan manajer. Eh tapi saya yakin, kalau mereka ditawai jadi manajer pasti tidak nolak. Hehehe... Di kampus tema ini jadi satu matakuliah yang diajarkan dalam 16 kali pertemuan. Untuk memangkasnya menjadi paparan yang berarti, dalam konteks menjadi jurnalis pemula, ada dua hal yang menjadi inti. Pertama, cara beradaptasi dengan media tempat mereka nanti bekerja. Kedua, memperkenalkan hal-hal apa saja di luar manajemen media yang mungkin mengganggu daya adaptasi mereka.

Kamis, Oktober 03, 2013

Adele Magic





ADELE. For the first time, as a singer, I think she can’t impress me. It’s OK, she has a nice voice but I feel it is customary. Of course as a singer, not as an ordinary people like me. As we know, in everywhere a singer must be sounded well. That’s what I mean. She ever made a little tremble in my mind when she sang Skyfall, the opening song of James Bond movie. But that’s what I said before; it was ordinary way how a singer should sing a song. Finally, all my opinion was change when Adele sang “Chasing Pavements”.

Maybe different from other, I’m usually not too much give an attention for many songs that people know. Such like Adele’s solo “Someone Like You” or “Don’t You Remember”. I’m a type of someone who searching other amusing songs that people rare know. It’s just like an extraordinary challenge if I can find them. Perhaps that’s fate what make me be met with “Chasing Pavements”. I make an underline: be met. Sorry if it sounds insist because this song came to my ear unintentionally when I played Jango application in my tab. Its acoustic version makes me much in love. (Check out the YouTube link below)

Rabu, September 11, 2013

101 in 3 Creative Notes



PONDOKAN di sisi kanan tempat saya tinggal waktu kuliah S1 dulu, namanya “Kreatif”. Sejauh pengalaman saya, mereka yang tinggal di sana memang kreatif dan (ternyata) itu menular. Hanya dengan bermodalkan gelas dan sendok, misalnya kami dapat minum teh atau kopi gratis di pagi hari. Pada satu kamar kami meminta teh/kopi. Di kamar lain gula. Pada teman di kamar berikutnya, kami minta air panas untuk menyeduh teh/kopi tadi. Kreatif kan? Hehehe… Saya jadi ingat Charles Darwin. Ilmuwan Inggris ini menyebut spesies yang dapat bertahan hidup adalah mereka yang “mampu beradaptasi”. Sejauh pengalaman saya, mereka yang kreatiflah yang mampu “bertahan hidup”.

Sebaiknya kita jangan terjebak pada definisi. Tafsirkan saja “kreatif” sebagai kecerdasan untuk melakukan dan menghasilkan hal yang berbeda dan berdampak positif. Atau mungkin Anda punya pendapat lain? Silahkan. Buku yang baru saja saya baca ini juga memberi penafsiran tersendiri tentang apa yang disebut kreatif. Yoris Sebastian menuliskan 101 tips kreatifnya dalam buku yang berlabel “Best Seller” itu. Jika Anda termasuk orang yang tidak pernah mendengarkan acara Broadcast Bar di Hard Rock FM, bersiaplah bingung. Yoris juga masih menyisakan beberapa contoh program acara yang rasanya tidak semua orang pernah menikmatinya. Tapi bukan bingung yang menjadi tujuan tulisan ini. Sebaliknya, saya ingin menyederhanakan jumlah 101 menjadi tiga. Fewer rules are the simple rules. Mudah-mudah ini juga bernilai kreatif.

Selasa, Agustus 06, 2013

Live on TV: Behind the Screen


SIANG menjelang sore itu handphone saya berdering. Nomor yang menghubungi tidak saya kenali. Normalnya sih diabaikan. Tapi tidak untuk saat itu. Eh, ternyata di seberang telepon seorang teman. Dia produser di Sindo TV Kendari, meminta untuk jadi narasumber sebuah acara dialog tentang media dan kampanye politik jelang 2014. Wah serius lagi, pikirku. “Live atau direkam?” tanya saya. “Live,” jawabnya. Jleb. Kulit yang gelap. Wajah tua dan kuyu. Pakaian dan cara berbusana yang jauh di bawah standar enak dipandang, membuat saya berencana menolak.

Tapi tunggu dulu, “Siapa narasumber lain yang akan hadir?” tanya saya lagi. Dia menyebut beberapa nama. Sedikit lega rasanya. Orang-orang itu tidak jauh berbeda dengan saya. Setidaknya, kalau penampilan saya hancur, saya tidak sendiri. Hehehe... Televisi memang media yang memaksa siapa saja untuk tampil penuh dengan polesan di sana-sini. Televisi itu teater. Hanya yang dapat mementas dengan totalitas perannya yang bisa bertahan di kotak kaca itu. Di televisi urusan pakaian plus perfoma fisik lainnya sangat penting. Itu yang bikin saya putar cari akal.

Senin, Juli 29, 2013

Mudik: Perjalanan Katarsis




TIAP jelang lebaran Idul Fitri, pemberitaan ramai dengan info mudik. Seminggu sebelum hinggu seminggu setelah lebaran. Sudah seperti ritual tahunan. Yang mudik mungkin tidak sempat lagi mengikuti info mudik karena jadi pelaku mudik itu sendiri. Sementara yang tidak mudik, eneg dengan info mudik. Apa enaknya mudik?! Memang lebih baik tidak mudik. Mudik itu ribet. Susah. Menyesakkan. Mending menetap di kota, tidak kemana-mana saat jelang lebaran. Simple kan?!  Eh tapi yang mau, sudah, atau selalu mudik, silahkan. Dinikmati saja. Mudik itu seru. Asyik.

Nah, jadi baik yang mana nih: mudik atau tidak mudik? Jawabanya: keduanya baik. Saya ingin berbagi cerita tentang apa yang baik di balik mudik. Harapannya sih bisa membantu cara pandang mereka yang tidak pernah mengalami mudik. Mohon maaf kalau (terlalu) jauh dari obyektif karena sejatinya setiap perjalanan itu memang subyektif. Selalu terselip romantisme di dalamnya, tidak terkecuali mudik.

Selasa, Juli 23, 2013

Pohon Umur

Krayon Pantai Kuta: Rifqah (Juli 2013)


ULANG tahun saya baru saja berlalu. Tanpa kue tart atau lilin yang banyaknya sejumlah usia (layaknya adegan di film atau sinetron). Meski fisikawan seperti Stephen Hawking pernah menulis buku bertajuk The History of Time, pada dasarnya mengukur waktu itu suatu hal yang mustahil. Kita mengukur waktu dengan cara yang sangat subyektif karena menjadikan diri kita sebagai titik sentral penghitungan. Waktu kita yang ada sebenarnya hanyalah saat ini. Masa lalu hanya kenangan. Masa depan hanya impian. Begitu kata Kahlil Gibran. Anda percaya?

Cup! Subuh itu sebuah kecupan mendarat di pipi kanan. Rifqah (8 thn), putri bungsu saya yang memberikannya. Wajahnya masih seperti melawan kantuk. Saya sedang makan sahur sambil menonton tv. Begitu juga kakak dan ibunya. Kejutan yang indah, pikirku. Sejak flu dia tidak kami bangunkan sahur. Tapi tidak subuh itu. Dia bangun sendiri hanya untuk memberi lukisan dan kartu ucapan yang dia buat. Handmade. Owww.. saya tiba-tiba jadi begitu melankolis dan berusaha menahan air mata haru. Dia punya cara sendiri rupanya untuk memperhatikan ayahnya. Kalimat yang dia tulis dengan krayon terasa seperti doa yang menyelimuti: Semoga Panjang Umur dan Sehat Selalu. Doa itu kini berubah menjadi pertanyaan.

Selasa, Juli 02, 2013

Hutan Adat Pasca Putusan MK



PADA 16 Mei 2013 Mahkama Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pemohon yang berasal dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, dan Kasepuhan Cisitu, menguji Pasal 1 Ayat 6, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 5 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4), serta Pasal 67 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) UU kehutanan atas UUD 1945. Dalam Putusan tersebut, MK mengharuskan pengaturan berbeda antara hutan negara dan hutan adat.

Terhadap hutan negara, negara memilik kewenangan penuh dalam peruntukan, pemanfaatan dan hubungan hukum di wilayah hutan negara. Sementara hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat yaitu hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah masyarakat hukum adat. Artinya, hutan terbagi menjadi dua yaitu hutan negara dan hutan hak. Untuk hutan, hak dibedakan menjadi dua yaitu hutan adat (hak ulayat) dan hutan perseorangan atau badan hukum. Pembagian itu untuk mencegah tumpang tindihnya kepemilikan suatu hutan, atau tidak dimungkinkan hutan negara berada di wilayah hutan hak dan begitu juga sebaliknya.

Kamis, Juni 13, 2013

Menjala Simpati




SETIAP orang dari kita ingin diterima oleh orang lain dalam lingkungan di mana mereka berada. Karena itu, menarik simpati orang lain menjadi hal yang penting. Apalagi jika kita memang berkeinginan untuk melakukan sebuah perubahan. Misalnya ingin memperbaiki keadaan sebuah komunitas atau ingin memasarkan ide yang kita yakini akan memberi manfaat yang besar pada orang lain. Tidak terkecuali dalam konteks yang lebih kecil, simpati orang lain kita butuhkan untuk mendukung hal-hal baik yang ingin atau sedang kita lakukan. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana melakukaknnya?

Obrolan Rabu sore (12/6) kemarin mengangkat tema itu dalam program Respect Your Life yang disiarkan langsung melalui Pro 2 RRI Kendari. Ini kali kedua saya menjadi narasumber (baca: Bermimpi, Lalu Bangunlah). Lagi-lagi saya harus berterima kasih pada Titiek Puspitawaty yang mengundang sebagai narasumber dan Lala (Asnar Syarifuddin) yang bela-belain bertugas dan berperan sebagai moderator. Saya bersyukur tidak batuk selama live. Batuk adalah sebentuk alaram di tenggorokan saya yang akan menyala jika kikuk, mati gaya. Apalagi dikelilingi perempuan-perempuan cerdas dengan pertanyaan-pertanyaan kritis.

Senin, Juni 03, 2013

Denpasar: Lessons and Blessings




SAYA ingin berguru pada orang yang perjalanannya sama seperti yang ia bayangkan, yang ia rencanakan. Lala (teman yang beken karena keahlian MC-nya) yang tahu rencana saya ke Bali justru membayangkan saya akan berselancar dengan banana boat. Iya sih, itu suka-suka dia. Kalau saya, sederhana saja: bisa berenang di pantai dan menonton pagelaran tari. Tapi apa lacur, perjalanan ke Denpasar akhir Mei lalu tidak seperti yang saya bayangkan. Enam hari yang porak-poranda. Jadi mohon maaf jika tulisan ini mungkin akan berisi beberapa keluhan. Boleh kan?!

Jadi begini, sebelum tinggalkan bandara Haluoleo Kendari, pesawat yang harusnya menerbangkan kami ke Makassar sudah delay sejam. Di Makassar, pesawat yang akan membawa kami ke Denpasar juga terlambat dengan waktu yang lebih fantastis: nyaris dua jam. Note #1: persiapkan diri (lahir-batin, materil-spiritual) untuk penerbangan yang tertunda. Setiba di Denpasar, saya tidak tega lihat wajah Pak Agus yang tampak berusaha untuk tetap ramah meski menunggu lama di bandara Ngurah Rai. Saat itu, bandara sedang dalam renovasi. Waktu pertama kali ke Bali 6 tahun lalu, bandara itu menurutku sangat kecil dan (maaf) kumuh untuk ukuran sebuah bandara internasional.

Sabtu, Juni 01, 2013

Langit: Kearifan untuk Tidak Memiliki




APA yang Anda rasakan saat pagi hari duduk di beranda dan melihat langit yang biru dengan dandanan awan-awan putih yang imut? Atau melalui jendela kamar, menatap rinai hujan yang menetes dari langit abu-abu? Rasanya tidak mudah menggambarkan beberapa perasaan dalam bahasa yang lugas dan sekaligus mewakili perasaan kita. Mingkin sama sulitnya saat kita diminta untuk menggambarkan indahnya bulan purnama, bintang yang berkedip, matahari pagi yang terbit, atau hamparan laut yang berujung di ujung cakrawala. Langit seperti menjajikan kebahagiaan tetapi di saat yang bersamaan juga menyimpan hal yang sebaliknya, seperti yang baru saja saya alami.

Sebelum akhir Mei lalu, saya lupa kapan terakhir kali bepergian dengan pesawat. Mungkin karena tidak menyenangkan, jadi tidak penting untuk diingat. Hehehe..tapi benar, setiap penerbangan selalu memberi ruang ketakutan dalam diri saya. Ruang itu tertutup begitu pesawat mendarat dan akan terbuka secara otomatis lagi pada saat pesawat mengangkasa. Saya tidak dapat bayangkan perasaan mereka yang menghabiskan (mungkin) separuh waktu hidupnya dalam sehari di angkasa, seperti pilot dan pramugari. Mati rasa, tidak peduli, pasrah, berani atau nekat?! Entah.

Kamis, Mei 23, 2013

Crazy, Stupid, Love (2011)




BAYANGKAN diri Anda seorang suami, seorang ayah yang harus menghadapi kenyataan gila seperti ini. Istri berselingkuh dengan teman sekantornya. Anak perempuan Anda yang telah dewasa jatuh cinta pada lelaki yang gemar gonta-ganti pasangan dan menjadikan perempuan hanya sebagai obyek seksual. Anak lelaki Anda yang masih berusia 13 tahun jatuh cinta pada perempuan yang lebih tua dan menjadi pengasuh adiknya yang masih kecil. Ditambah lagi kenyataan bahwa pengasuh anak Anda yang usianya masih 17 tahun tersebut justru jatuh cinta pada Anda?!

Film “Crazy, Stupid, Love” (CSL) ini dimulai dengan adegan yang sangat standar. Pertengkaran suami istri. Sang suami Cal Weaver (diperankan Steve Carell) marah sekaligus kecewa saat tahu istrinya Emily Weaver (Julianne Moore) tidur dengan lelaki bernama David Lindhagen. Cal lalu memutuskan untuk meninggalkan anak-anak dan istrinya untuk kemudian tinggal di sebuah aparteman. Ia berencana untuk bercerai. Malam demi malam dihabiskannya di sebuah pub. Meracau sendiri. Tak seorang pun yang menghiraukannya, sampai akhirnya seorang lelaki bernama Jacob Palmer (diperankan Ryan Gosling) memanggilnya. Inilah awal mula kehidupannya berubah.

Senin, Mei 20, 2013

Cinta adalah …



APA perbedaan cinta dan sayang? Itu pertanyaan yang muncul di kepala saya saat tidak sengaja ngobrol via sms dengan seorang teman. Bagaimana cinta bekerja? Betulkan ia muncul dari mata turun ke hati seperti pepatah jaman kakek saya dulu? Bagaimana membedakan perasaan yang kadang kita sendiri tidak dapat mendefinisikannya: apakah itu sayang atau cinta? Tanpa sengaja saya membuka kembali catatan timeline di twitter @aswan. Ternyata saya pernah menulis bahwa cinta itu sebenarnya kerja otak. Materi twit itu saya dapatkan dari sebuah hasil penelitian di suratkabar.

Cinta itu kerja otak, bukan hati (baca: perasaan) karena saat jatuh cinta, otak berproses dengan melibatkan sejumlah hormon, neurotransmitter dan bagian-bagian otak yang berbeda. Ketika mucul rasa ketertarikan antara dua orang yang saling mencintai, otak memproduksi hormon oksitosin. Jika hormon ini berkurang dalam diri dua orang yang awalnya saling mencintai, maka rasa senang yang mereka rasakan dalam ikatan cinta itu akan ikut berkurang. Mungkin sudah saatnya apotek menyediakan hormon ini. Jadi jika ada pasangan yang merasakan pernikahan mereka hambar, tinggal mengkonsumsi oksitosin. Is that simple, huh?!

Rabu, Mei 15, 2013

Merayu Matahari*




SEORANG teman pernah menulis di status BlackBerry Messenger (BBM) miliknya. “Mengapa hari makin panas? Karena Matahari membuka cabang di mana-mana!” Status ini bisa saja nyinggung Matahari Department Store yang memang sudah buka dua cabang di Kendari. Tapi bisa juga digunakan untuk menggambarkan kondisi hari yang begitu panas. Pekan itu, suhu di Kendari sampai 31 bahkan 32 derajat celcius. Saya yang sering beraktifitas di luar ruangan dengan motor (baca: ngojek) rasanya seperti gosong. Tetapi semua kisah “hot” tadi berubah drastis saat seminggu kemudian Kendari diguyur hujan.

Matahari tidak terlihat karena tertutup mendung nyaris lebih dari sepekan. Bau lembab tidak dapat dikeluarkan dari dalam rumah. Maklum, semua pakaian yang dicuci tak kunjung kering dan harus dijemur di dalam rumah. Tiba-tiba saya merindukan matahari. Cahanyanya yang masuk di sela-sela jendela. Kehangatan, bahkan panasnya. Sebelumnya saya lebih suka memilih untuk melihat matahari terbit daripada saat matahari tenggelam. Bagi saya, matahari terbit lebih menggambarkan optimisme. Matahari tenggelam itu gambaran duka. Senjakala. Tetapi kali ini tidak. Kapan saja ia muncul, saya siap menjemputnya.

Senin, April 08, 2013

Einstein dan Tuhan Spinoza



SEBENARNYA apa agama Einstein? Ia terlahir sebagai seorang Yahudi, tetapi apakah ia penganut agama itu? Ketika banyak orang menyebut Einstein eteis, dia menyangkal. Apa yang ia sampaikan pada mereka yang ateis? Paham apa yang menjadi pijakan berpikir religius Einstein? Bagaimana cara Einstein menggambarkan Tuhan yang menjadi bahan olok-olok oleh sebagian ilmuwan dan filsuf di zamannya?

Kamis, April 04, 2013

Bermimpi, Lalu Bangunlah



RABU sore 3 April, saya diundang sebagai tamu di sebuah program acara talk show radio. Programa 2 RRI Kendari, "Respect Your Life" nama acaranya. Ini pengalaman pertama saya jadi narasumber untuk acara bertema motivasi. Selama ini saya lebih sering didaulat untuk berbicara sebagai pengamat. Berat. Tapi tidak untuk sore itu. Saya sangat rileks. Posting ini ingin berbagi cerita tentang Dare to Dream (Berani Bermimpi), tema yang kami perbincangkan. Boleh dibilang itu percakapan yang serius tapi santai. Atau mungkin santai tapi serius. (Hmmm... beda ya?)

Rabu, April 03, 2013

Memorable Indonesian 70's Movies



TANGGAL 30 Maret lalu diperingari sebagai Hari Film Nasional. Saya tiba-tiba ingin memutar ulang ingatan saya pada beberapa film jaman dulu (jadul). Tentu ini sangat personal dan jauh dari nilai obyektif. Pertama, karena definisi jadul itu saya batasi sesuka saya (era 70-an). Kedua, saya hanya akan bercerita tentang film-film yang pernah saya tonton. Boleh jadi yang Anda pernah tonton jauh lebih menarik. Mungkin kita bisa berbagi cerita.

Selasa, Januari 01, 2013

Ibnu Arabi (1165 – 1240 M): Ketika Tuhan “Menampakkan” Diri-Nya



MUNGKIN generasi saat ini tidak banyak yang mengenal Ibnu Arabi. Saya sendiri mengenal nama beliau saat masih kuliah (pertengahan era 90an). Namun tidak sempat berkenalan dengan ajarannya. Saat itu saya tidak menemukan satu pun karyanya. Muhammad Mojlum Khan tahun 2010 menulis buku The Muslim 100 The Lives, Thoughts and Achievements of The Most Influential Muslims in History. Ibnu Arabi termasuk satu di antaranya. Tulisan ini ingin mengulas secara singkat biografi dan pemikiran Ibnu Arabi yang oleh beberapa kalangan muslim sekalipun sering diaanggap kontroversi.