Senin, Oktober 14, 2013

Akrobatik Gadget



TIDAK ada maksud untuk mempromosikan gadget. Tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang piranti ini setelah banyak pengalaman datang bersamanya. Perangkat yang awalnya dirancang untuk mendekatkan yang jauh, tapi ironisnya dapat menjauhkan yang dekat. Dalam sebuah pertemuan yang direncanakan, bukannya saling menyapa, tidak jarang kita justru seperti mati gaya. Kikuk karena berada di tengah sekumpulan orang yang asyik memainkan touch screen atau tombol QWERTY dengan ibu jari mereka, sementara kita melongo dan tidak tahu harus berbuat apa. (Masih musim kan ngetik teks dengan jempol, bukan kelingking?)

Tidak semua orang yang memainkan gadget sebenarnya ingin berkomunikasi dengan orang di seberangnya. Gadget yang disentuh atau ditekan pada dasarnya, secara tidak langsung, juga mengirim pesan pada orang di sekelilingnya. Saat gadget dimainkan, bisa saja seseorang ingin menyampaikan banyak hal. Misalnya ekspresi ini: “Membosankan, kapan pembicaraan ini berakhir?”. Atau “Wah senang sekali rasanya,” sambil memajang foto di media sosial, dia membatin: ”dunia harus tahu aku sedang bahagia”. Jangan lupa, gadget itu juga obat gengsi, pendongkrak harga diri. Makin mewah sebuah gadget (yang dipelihatkan), makin tinggi status sosial orang tersebut. Seolah gadget menjadi cermin karakter juga kasta sosial penggunanya. Harga telah menyulap nilai guna sebuah barang, menjadi prestise. Lalu masalahnya di mana? Ini nih!

Awalnya saya menilai, memainkan gadget dalam suatu percakapan itu tidak sopan. Yaa.. setidaknya, pelakunya telah mencederai perasaan orang di hadapannya. Kalau tidak ingin ngobrol face-to-face, kenapa harus ketemuan? Tatap muka akhirnya jadi seperti basa-basi saja. Biar dibilang penting. Biar dibilang benar-benar kangen. Atau apalah. Intinya, orang tidak hadir dengan segenap tubuh dan jiwa mereka. Raganya bersama kita, perhatiannya mengembara ke negeri entah berantah. Tetapi haruskah kita 'menghukum' orang seperti itu? Suka-suka mereka dong. Sudah meluangkan waktu untuk berbagi ruang fisik dengan kita saja rasanya lebih dari cukup. Bertatap muka. Bersalaman. Saling lempar tawa dan senyum. Mengerubungi cemilan dan menyeruput minuman bersama. Apa itu masih belum cukup?! Kembali ke soal rasa sih. Kalau mereka fine-fine saja, apa masih ada yang salah? (Hmmm...sepertinya saya mulai berubah pikiran.)

Baru sadar kalau ternyata mereka yang terlibat percakapan sambil berakrobat gadget akan terpancing untuk selalu berpikir kreatif. Berusaha mencari topik-topik yang menarik untuk diperbincangkan. Boleh jadi pembicaraan akan bergerak ke segala penjuru mata angin karena tidak fokus. Melompat dari satu topik ke topik lain. Maklum, setiap percakapan akan terinterupsi oleh sepasang jempol lawan bicaranya. Tidak mengapa kan? Mereka yang terbiasa dengan cara berpikir otak kiri yang runut, tentu ini akan menjadi hal yang menggemaskan. Tetapi tidak untuk para pecinta otak kanan. Obrolan ngolor-ngidul yang tak jelas pangkal dan ujungnya itu adalah bentuk lain dari fokus. Iya, fokus untuk tidak fokus. Seperti sekelompok orang yang ingin melukis bersama-sama dengan konsep yang berbeda-beda. Kanvas adalah wadah yang tak berbatas. Tiap orang dari mereka boleh menorehkan warna kesukaannya. Seabstrak apapun nanti hasil akhir lukisan itu. Toh mereka sudah sepakat untuk tidak fokus, bukan?

Selama ‘korban’ yang diintimidasi oleh permainan gadget itu tidak keberatan, rasanya tak ada yang perlu dipersoalkan. Saya selalu percaya dengan prinsip sederhana ini: Kebaikan adalah apa yang baik setelahnya dan keburukan adalah apa yang buruk setelahnya. Hasil akhir yang jadi patokan penilaian baik buruknya sesuatu. Jika setelah akrobatik gadget, semua yang terlibat dalam percakapan itu tidak terusik rasa kenyamanannya, tetap (atau malah) merasa bahagia setelah bertemu, memainkan gadget tidak lebih dari serangkaian senam jari yang menyehatkan jiwa. Tetapi apa ada yang peduli jika seandainya seseorang merasa diabaikan, terpinggirkan, atau dinomorduakan dari akrobatik gadget tadi?! Sebentar yaa, saya mau meng-update status dulu.***


Tidak ada komentar: