Minggu, Oktober 20, 2013

Nabi dan Anaknya



LEBARAN Idul Adha kali ini mengingatkan saya pada kisah beberapa nabi dan anaknya. Di setiap khutbah Jum’at jelang Idul Adha atau pada saat lebaran, Ibrahim a.s. (keselamatan atasnya) dan anaknya Ismail a.s. selalu menjadi topik. Tidak terkecuali Sitti Hajar, istri nabi Ibrahim. Biarlah para khatib yang mengisahkan itu. Saya ingin melihat sisi yang sederhana saja: keluarga para nabi. Hubungan mereka dengan anak-anak mereka. Meski menjadi manusia pilihan, para nabi tetaplah manusia. Saat membaca Al Qur'an, kita dapat merasakan rasa cinta yang mendalam. Suka cita. Kekhawatiran. Ketidakberdayaan. Semua sisi manusiawi mereka.

Izinkan saya memulai dengan bapak manusia: Adam a.s. Kisah Habil dan Qabil begitu simbolik menggambarkan dengki yang yang berujung pada pertumpahan darah. Al Qur’an tidak secara detail menjelaskan ke mana Qabil pergi setelah membunuh saudaranya (Habil). Yang pasti kita melihat cara Adam sebagai orang tua mereka, memberi jalan tengah yang arif sebelum memutuskan sebuah sengketa. Kepada keduanya, cinta diberikan oleh Adam. Merekalah yang memilih cara membalas kasih sang ayah. Masih dalam kerangka dengki, kita akan melihat kisah seorang nabi lain beserta anak-anaknya. Ini menjadi lebih rumit karena jumlah mereka lebih banyak.

Ya’kub a.s. sering disebut dengan nama Israil. Dari dua belas putranyalah suku bangsa Yahudi berkembang. Mengatasi anak yang banyak dengan perangai beraneka rupa tidaklah mudah bagi Ya’kub. Kecintaannya pada Yusuf a.s. membuat cemburu sepuluh anaknya yang lain. Cinta Ya’kub tentu beralasan. Ia melihat ‘cahaya’ kenabian dalam diri anaknya. Dipertegas lagi dengan mimpi Yusuf yang melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud memberi hormat padanya. Sekali lagi, Tuhan ingin tunjukkan begitu berbahayanya rasa dengki. Tidak terkecuali yang muncul dalam diri anak para nabi sekalipun. Bukan dengki saja tapi juga kepatuhan pada Tuhan. Seperi yang dapat diambil dari kisah anak Nuh a.s. dan Luth a.s.

Anak nabi Nuh berbeda dengan anak-anak Ya’kub a.s. Al Quran menarasikan pada akhirnya mereka memohon maaf kepada ayahnya atas kekejaman yang pernah mereka lakukan pada Yusuf. Dalam kisah Nuh a.s., anaknya tetap membangkang meski air bah telah naik dan menenggelamkan bumi. Sebagai ayah, Nuh mendoakan anaknya. Tetapi permohonan Nuh tertolak. Pertalian darah nabi pada anaknya, di mata Tuhan, berakhir ketika mereka durhaka kepada-Nya. Bandingkan dengan kepatuhan kedua putri Luth a.s. Mereka rela meninggalkan rumah bersama ayahnya sebelum waktu subuh. Saat subuh itulah waktu yang dijanjikan akan turun azab pada penduduk Sodom dan Gomora.

Jika menyimak silsilah para nabi, kita akan menemukan beberapa nabi yang kelak memiliki anak, cucu, atau cicit seorang nabi pula. Dari garis keturunan anak Ibrahim a.s. yang bernama Madyan, lahir cicitnya yang kemudian dikenal dengan nama Syuaib a.s. Dari garis keturunan Ishak a.s., lahir para nabi: Ya’kub, Yusuf, Ayub, Zulkifli, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya, dan Isa. Nabi Musa menikah dengan putri Syuaib a.s. Nabi Sulaiman adalah putra Daud a.s. Sama seperti Yahya a.s,. yang merupakan putra Nabi Zakaria. Ada yang menyebut Maryam adalah nabi perempuan. Dari rahimnya lahir Isa a.s. Dari garis keturunan Ismail bin Ibrahim a.s. lahir nabi Muhammad SAW.

Assalamu alaika yaa nabi, yaa rasul. Salam takzim, penghormatan tertinggi dan keselamatan padamu wahai para nabi dan rasul.***

Tidak ada komentar: