Minggu, Agustus 07, 2011

Setinggi-tinggi ilmu, Semurni-murni Tauhid, Sepintar-pintar Siasat


MENGHIDUPKAN kembali ingatan kita pd H.O.S. Tjokroaminoto yg lahir 129 thn lalu, berikut bbrp catatan ttg beliau. Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur 6 Agt 1882. Ia tokoh Sarekat Islam (SI). Ada sumber lain yg sebut ia lahir tgl 16 ada pula 18 Agst 1882 di Ponorogo, Jawa Timur.

Thn 1902 Tjokroaminoto lulus dr sekolah OSVIA di Magelang & bekerja sbg jurutulis Patih di Ngawi. Merasa tdk cocok sbg jurutulis, 1905 ia meninggalkan pekerjaan tsb & merantau ke Surabaya. Thn 1907-1910 Tjokroaminoto lanjutkan sekolah ke BAS & sempat bekerja di sebuah pabrik gula. Dari semua kerja yg digelutinya, Tjokroaminoto akui bekerja sbg wartawanlah yg paling ia sukai. Dia bekerja & jadi pemilik koran "Oetoesan Hindia", "Fadjar Asia", juga "Bendara Islam".

Sebelum masuk Sarekat Islam (SI) pd 1912, di Surabaya ia aktif jadi ketua perkumpulan Panti Harsoyo. Saat jadi ketua SI, rumah Tjokroaminoto jadi tempat berkumpul & kost pelajar yg sedang studi di Surabaya. Dia juga kerap berikan pelajaran kpd sejumlan pemuda yg kemudian kelak jadi pemimpin pergerakan nasional. Soekarno, Musso, Alimin, Hamka, & Kartosoewirjo adalah murid-murid Tjokroaminoto. (Meski kemudian mrk saling beda pendapat.)

Tjokroaminoto dikenal jago berorasi, propaganda, dan pandai membakar semangat massa dgn suara baritonnya. Seingat saya, Soekarno mengakui teknik pidato dan gaya retorikanya (yg luar biasa itu) ia pelajari dari Tjokroaminoto. Ia bukan saja guru, tapi juga mertua. Istri pertama Soekarno, Siti Oetari adalah putri Tjokroaminoto. "Setinggi-tinggi ilmu, Semurni-murni Tauhid, Sepintar-pintar Siasat." Menurut Tjokroaminoto ini yg diperlukan seorang pejuang kemerdekaan.

Setelah ikuti Kongres SI di Banjarmasin, Tjokroaminoto sakit dan wafat di Yogyakarta, 17 Des 1934. ***

Jumat, April 29, 2011

Sekali Berarti, Sudah Itu Mati



CHAIRIL Anwar wafat 28 April 1949 di Jakarta. Dia lahir di Medan 26 Juli 1922. Selain puisi kebangsaannya, Chairil Anwar juga menulis beberapa puisi cinta. Puisi "Sajak Putih" dia tujukan kepada tunangannya: Mirat. Setahu saya, Chairil Anwar tidak menikah sampai wafatnya. Puisi "Hampa" ia tujukan buat Sri yang selalu sangsi. Pada puisi Chairil Anwar berjudul "Senja di Pelabuhan Kecil", nama Sri yg diamaksud adalah Sri Ajati. Entah siapa dia. Saya menduga, puisi "Cintaku Jauh di Pulau" gambarkan suasana hati Chairil Anwar yang sunyi: "..terasa aku tdk kan sampai padanya.."

Mungkin saya terlalu polos maknai puisi-puisi Chairil Anwar. Termasuk yg berjudul "Mulutmu Mencubit di Mulutku". Masih jelas dalam ingatan saya sebuah kalimat yg ditulis tangan oleh Chairil Anwar: "Sekali Berarti, Sudah Itu Mati". Ini satu puisi Chairil Anwar. Tidak setenar "Aku" atau mungkin "Persetujuan dgn Bung Karno". Tapi rasanya cukup renyah untuk dicerna.

PEMBERIAN TAHU

Bukan maksudku mau berbagi nasib,
nasib adalah kesunyian masing-masing.
Kupilih kau dari yang banyak, tapi
sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring.
Aku pernah ingin benar padamu,
Di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali,

Kita berpeluk cium tidak jemu,
Rasa tak sanggup kau kulepaskan.
Jangan satukan hidupmu dengan hidupku,
Aku memang tida bisa lama bersama
Ini juga kutulis di kapal, di laut tak bernama!


1946

Selasa, Februari 15, 2011

Manusia Unggul



TIAP agama punya konsep manusia unggul. Islam menyematkan itu pada sang Nabi, Muhammad SAW. Nabi adalah rujukan nyata siapa manusia unggul. Dengan kata lain, untuk menjadi manusia unggul, muslim harus menduplikasi nilai dan perilaku Nabi. Itu salah satu tujuan diperingatinya maulid Nabi. Tujuan yang sama juga terdapat dibalik pembacaan barzanji (kisah hidup Nabi) yang kerap dilakukan di budaya tertentu ketika syukuran (aqiah) kelahiran putra/putri mereka. Terlepas dari adanya kelompok tertentu yang menginterprestasikan dua hal tadi sebagai bid’ah, semangat agar kaum muslimin menjadi manusia unggul sangat jelas melandasinya.

Apa yang paling utama yang wajib ditiru dari Nabi? Satu yang tampak tidak diragukan lagi adalah akhlak beliau. Ini yang tetap aktual dari tahun ke tahun. Dalam sebuah hadist yang terkenal, Nabi pun pernah menyebutkan misinya untuk menyempurnakan akhlak. Budi pekerti manusia bahkan kepada alam. Kita mungkin masih ingat bagaimana Nabi melarang muslim untuk boros menggunakan air, meski kala ia sedang berwudhu di tepi sungai. Atau hadist yang melarang muslim untuk buang air kecil di lubang jika dikhawatirkan ada hewan seperti semut di dalamnya. Bahkan di saat perang pun, tentara muslim dilarang menebang atau membakar pohon.

Secara khusus Imam Tirmidzi mengabadikan sosok Nabi dalam kumpulan hadistnya: Syamail Muhammad. Dari kitab itu saya mengutip satu hadist yang berasal dari Al-Hasan bin Ali r.a. (cucu Nabi). Dia bertanya kepada ayahnya (Ali r.a.) tentang sikap Rasul. Kata sang ayah: “Rasulullah SAW ... berakhlak sederhana, bersikap lemah lembut, ... tidak pula kasar,...tidak suka berbuat gaduh, tidak berlebihan dalam ucapan, ... tidak suka mencela, serta tidak kikir. Jika menginginkan sesuatu, Beliau akan dengan mudah melupakannya dan tidak pernah membuat orang lain berputus asa atau terbebani untuk memperolehnya. Beliau menjaga diri dari tiga hal: berdebat, menyombongkan diri, dan melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat...”

Akhak yang kelihatan kecil itu begitu penting dalam Islam. Shalat yang menjadi parameter ibadah dalam Islam didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar (QS.29:45). Bahkan ada ancaman khusus bagi mereka yang shalat tapi lalai, riya’ (membanggakan diri) dan enggan memberi pertolongan (QS.107:4-7). Di dalam Quran pun, ketaatan pada Allah digandengkan dengan akhlak pada orang tua. Shalat dipasangkan dengan zakat. Dalam suatu kesempatan, saat ditanya tentang apa itu agama, Nabi bersabda: agama adalah akhlak yang baik. Atau di kesempatan lain Beliau mendefinisikan muslim yang terbaik adalah mereka yang paling baik akhlaknya.***

Nietzsche dan Superman



SEDIKIT sekali filosof Barat yang memberi penekanan pada lahirnya manusia ideal. Sebagain besar lebih tertarik pada ide tentang Tuhan, kebenaran, kebaikan, keadilan, atau cara berpikir radikal lainnya. Tokoh yang paling dikenal dengan ide manusia unggul adalah Friedrich Nietzsche. Pemikirannya tentang manusia unggul terkait dengan konteks aktualisasi diri dan eksistensi manusia. Dia menggunakan istilah “ubermensch” untuk mendeskripsikan konsep pemikirannya. Dalam bahasa Inggris, istilah dari bahasa Jerman ini kerap diterjemahkan menjadi “superman”.

Sekiranya dilakukan sebuah jajak pendapat di kalangan filosof sebelum Perang Dunia II, maka konsensus umum yang diperoleh, setidaknya di negara-negara berbahasa Inggris, mungkin akan menyimpulkan Friedrich Nietzsche adalah filosof yang brilian (Aiken: 2009). Saat berumur 25 tahun, ia sudah menjadi guru besar di Basel, Swiss. Pemikiran yang paling mengguncang jagad filsafat di masa tersebut adalah idenya tentang “matinya Tuhan, dan lahirnya manusia unggul (superman/ubermensch)”. Menurutnya, manusia-manusia unggul bisa lahir jika (ide/keyakinan tentang) Tuhan itu dihilangkan. Dimatikan!

Ide atau keyakinan akan adanya Tuhan, kata Nietzsche, merupakan musuh bagi eksistensi manusia. Semakin manusia kurang percaya pada Tuhan, semakin terbuka jalan menuju energinya. Jika (ide/keyakinan tentang) Tuhan mati, manusia sendirilah yang akan memiliki kekuatan seperti tuhan. Menjadi manusia unggul. Ini adalah bagian dari syarat naluriah manusia yang ingin terus mempertahankan (eksistensi) hidupnya. Dengan kata lain, jika manusia ingin bertahan hidup, dia harus dapat mejadi “superman”. Dan untuk menjadi “superman”, ia harus membunuh (ide/keyakinan tentang) Tuhan.

Lalu siapakah manusia unggul atau “superman” itu? Sampai akhir hayatnya 1900, Nietzsche tidak pernah dapat merumuskan dengan jelas konsep tersebut. Atau menunjuk satu nama yang dapat menjadi rujukan. Tokoh yang hidup di zamannya atau yang pernah hidup sebelumnya. Meski pemikirannya atheis, dari sejumlah karyanya tampak bahwa yang ia maksud sebagai manusia unggul itu lebih menyerupai konsep nabi keagamaan. Bukan tokoh politik atau penguasa. Walaupun pemikiran Nietzsche sering dikaitkan dengan lahirnya penguasa-penguasa tiran seperti Hitler (di Jerman) atau Mussolini (di Italia).

Terlepas dari itu semua, satu hal yang menarik dari Nietzsche adalah kerinduannya pada manusia unggul. Hal yang secara khusus jarang menjadi fokus perhatian oleh filosof sebelum atau sesudahnya. Sangat praktis. Tapi itulah kelebihan Nietzsche dibandingkan dengan filosof lain. Sebut saja Hegel, filosif yang sekebangsaan dengannya: Jerman. Hegel menulis dengan gaya yang berat dan kaku. Kerap menggunakan banyak istilah pelik yang tidak pernah menjelaskan dengan gamblang apa yang dimaksudkannya. Berbeda dengan Nietzsche yang (menurut Aiken: 2009) menulis dengan menggunakan bahasa sehari-hari, informal, dengan kiasan yang memikat. Jadi dapat dimengerti jika ia pun mempersoalkan hal-hal yang dekat dengan keseharian manusia: kerinduan pada “superman”! ***