Selasa, Februari 15, 2011

Nietzsche dan Superman



SEDIKIT sekali filosof Barat yang memberi penekanan pada lahirnya manusia ideal. Sebagain besar lebih tertarik pada ide tentang Tuhan, kebenaran, kebaikan, keadilan, atau cara berpikir radikal lainnya. Tokoh yang paling dikenal dengan ide manusia unggul adalah Friedrich Nietzsche. Pemikirannya tentang manusia unggul terkait dengan konteks aktualisasi diri dan eksistensi manusia. Dia menggunakan istilah “ubermensch” untuk mendeskripsikan konsep pemikirannya. Dalam bahasa Inggris, istilah dari bahasa Jerman ini kerap diterjemahkan menjadi “superman”.

Sekiranya dilakukan sebuah jajak pendapat di kalangan filosof sebelum Perang Dunia II, maka konsensus umum yang diperoleh, setidaknya di negara-negara berbahasa Inggris, mungkin akan menyimpulkan Friedrich Nietzsche adalah filosof yang brilian (Aiken: 2009). Saat berumur 25 tahun, ia sudah menjadi guru besar di Basel, Swiss. Pemikiran yang paling mengguncang jagad filsafat di masa tersebut adalah idenya tentang “matinya Tuhan, dan lahirnya manusia unggul (superman/ubermensch)”. Menurutnya, manusia-manusia unggul bisa lahir jika (ide/keyakinan tentang) Tuhan itu dihilangkan. Dimatikan!

Ide atau keyakinan akan adanya Tuhan, kata Nietzsche, merupakan musuh bagi eksistensi manusia. Semakin manusia kurang percaya pada Tuhan, semakin terbuka jalan menuju energinya. Jika (ide/keyakinan tentang) Tuhan mati, manusia sendirilah yang akan memiliki kekuatan seperti tuhan. Menjadi manusia unggul. Ini adalah bagian dari syarat naluriah manusia yang ingin terus mempertahankan (eksistensi) hidupnya. Dengan kata lain, jika manusia ingin bertahan hidup, dia harus dapat mejadi “superman”. Dan untuk menjadi “superman”, ia harus membunuh (ide/keyakinan tentang) Tuhan.

Lalu siapakah manusia unggul atau “superman” itu? Sampai akhir hayatnya 1900, Nietzsche tidak pernah dapat merumuskan dengan jelas konsep tersebut. Atau menunjuk satu nama yang dapat menjadi rujukan. Tokoh yang hidup di zamannya atau yang pernah hidup sebelumnya. Meski pemikirannya atheis, dari sejumlah karyanya tampak bahwa yang ia maksud sebagai manusia unggul itu lebih menyerupai konsep nabi keagamaan. Bukan tokoh politik atau penguasa. Walaupun pemikiran Nietzsche sering dikaitkan dengan lahirnya penguasa-penguasa tiran seperti Hitler (di Jerman) atau Mussolini (di Italia).

Terlepas dari itu semua, satu hal yang menarik dari Nietzsche adalah kerinduannya pada manusia unggul. Hal yang secara khusus jarang menjadi fokus perhatian oleh filosof sebelum atau sesudahnya. Sangat praktis. Tapi itulah kelebihan Nietzsche dibandingkan dengan filosof lain. Sebut saja Hegel, filosif yang sekebangsaan dengannya: Jerman. Hegel menulis dengan gaya yang berat dan kaku. Kerap menggunakan banyak istilah pelik yang tidak pernah menjelaskan dengan gamblang apa yang dimaksudkannya. Berbeda dengan Nietzsche yang (menurut Aiken: 2009) menulis dengan menggunakan bahasa sehari-hari, informal, dengan kiasan yang memikat. Jadi dapat dimengerti jika ia pun mempersoalkan hal-hal yang dekat dengan keseharian manusia: kerinduan pada “superman”! ***

Tidak ada komentar: