Minggu, Agustus 31, 2014

KW itu Perlu

Lukisan Gajah Mada karya Henk Ngantung

AKHIRNYA saya berhasil juga membaca koran yang sudah hampir 20 jam saya beli. Ada jeda tidur siang dan tidur malam untuk kemudian baru membacanya. Terlambat untuk berita yang sangat cepat berubah. Membaca butuh mood juga dong. Jadi suka-suka si pembaca. Mirip dengan opini bertajuk “Sejarah dan Rekayasa Pemenang” yang saya baca. Intinya tidak baru: sejarah dikonstruksi suka-suka oleh sang pemenang. Coba buka buku sejarah Perang Dunia 1 atau Perang Dunia 2. Kisahnya ditulis versi negara pemenang perang. Mereka yang kalah perang diberi label “Penjahat Perang”. Meski dalam perang, pihak yang kalah dan menang sama-sama saling membunuh, bukan?

Opini Agus Dermawan tadi menjadi baru saat dia bercerita tentang wajah Gajah Mada. Menurut Henk Ngantung wajah itu mirip rupa Yamin. Ia yang melukis wajah Gajah Mada versi Yamin itu pada 1950.  Ngantung berujar, “Kata Bung Karno, ketika Yamin berusia 45, dengan berat yang ditambah 17 kilo, wajahnya sangat mirip dengan Gajah Mada.” Tak ada yang tahu wajah asli Gajah Mada yang mangkat 1364. Sampai pada suatu saat Yamin, menurut penulis opini yang saya baca di Koran Tempo ini, menemukan pecahan celengan zaman Majapahit yang berbentuk kepala manusia. Tanpa argumentasi arkeologis, Yamin menyatakan bahwa itu adalah kepala atau wajah Gajah Mada. Jadi deal yaa: Kalau asli tak ada, KW pun tak mengapa. @aswan

*KW: istilah populer yang bermakna tiruan.

Kamis, Agustus 28, 2014

Tentang Kapal Tanker

PERCAKAPAN panjang dengan seorang teman pun berakhir. Saya menikmati percakapan seperti ini. Random tapi selalu ada pelajaran yang bisa saya tangkap di setiap topiknya. Kali ini tentang titik balik. Apa yang akan kita lakukan ketika seluruh upaya sudah optimal tetapi hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan? Mau bertahan, tidak mengubah keadaan. Mau ditinggal, sudah kepalang tanggung. Seperti tanker yang siap lego jangkar di pelabuhan, eh ternyata diminta untuk berbalik arah. Ini kapal Bung, bukan sekoci. Ini hati, bukan panci. Sakitnya di sini (sambil nunjuk dada dan dompet). Berdamai dengan realitas itu adalah seni hidup yang tiap orang pasti akan lakoni. Seni yang mendewasakan. Anggap saja begitu. Mau berbalik dan melupakan atau bertahan dan meratapi, itu pilihan yang selalu ada setiap hari, bukan? @aswan #123word

Rabu, Juni 25, 2014

Kenali Siapa Gurumu


Jumat, Juni 06, 2014

Kaos Merah Kuning

KETIKA militer melakukan kudeta yang ke-12 kalinya pada Mei 2014, ada aturan unik di Bangkok. Jam malam? Yang itu jangan ditanya: pasti ada di setiap kudeta. Jadi? Saya baca di koran kalau masyarakat dilarang berkaos Merah atau Kuning. Itu penanda para pendukung dua kubu yang berseteru di Thailand. Ceritanya nih, tentara di sana keluarkan aturan itu untuk meminimalisir perseteruan antar pendukung elit. Untungnya, rakyat Bangkok cerdas. Dress code tidak penting bagi mereka. Yang dipertanyakan justru alasan tentara lakukan kudeta. Meski rakyat menentang kudeta, Raja malah mendukungnya. Di sana, titah Raja itu mirip wahyu. Ketika tentara berhasil mengambil hati Raja, semuanya akan baik-baik saja. Dan... pemilu baru akan diadakan setahun kemudian. Taraaaap!!! #111words

Kamis, Juni 05, 2014

Atas Nama Adrenalin

CEDERA yang akibatkan kematikan adalah risiko terburuk bagi petinju. Bukan itu saja, masih banyak risiko gangguan otak lain yang membayangi mereka. Sebut saja parkinson. Saya sendiri belum dapat menemukan alasan mengapa pertandingan tinju disebut olahraga. Semangat olahraga untuk menyehatkan, bukan? Betul ada risiko cedera di setiap cabangnya, tetapi tidak ada yang seperti tinju: nyaris disengaja. Sudah nonton film Real Steel? Andai itu betul ada, jadi tidak perlu manusia yang diadu seperti ayam (lalu orang pintar memberinya label “olahraga”). Di atas ring hanya akan ada dua robot yang beradu. Risiko terburuk: robot rusak. Masih bisa diperbaiki atau buat baru lagi. Nyawa dua manusia terlalu berharga untuk dipertaruhkan demi adrenalin. Ini versi saya. #111words

Senin, Juni 02, 2014

Ukraina dalam Ayuran Rusia dan Barat

SETELAH 4 bulan berlalu, saya baru ngeh atas apa yang jadi latar krisis Ukraina. Ini pun atas bantuan persepektif Barat. Jadi ceritanya, akhir Pebruari 2014 Viktor Yanukovych gagal dalam pemilu Ukraina. Dia sekutu Rusia (baca: Vladimir Putin). Pemilu Presiden itu dimenangkan Petro Poroshenko, seorang pengusaha yang oleh Putin dinilai pro Barat. Karena ingin tetap memastikan Ukraina dalam pengaruh Rusia, Putin lalu menyerang Kiev. Barat kaget, setelah sebelumnya sumringah.

Menolak hasil pemilu bukan praktik Rusia saja. AS juga sering lakukan itu. Pernah di Turki. Di Mesir juga. Cuma caranya halus. Dalam konteks Ukraina, sebagai anggota NATO yang utama di Eropa, Inggris dan Prancis tidak berdaya. Investasi Rusia yang besar ada di kedua negara itu. Sekali merek mengutuk, Rusia bisa tarik dananya. Sebagian besar negara Uni Eropa, termasuk Jerman juga cari aman. Maklum, pasokan gas mereka semua dari Rusia.

Pengamat Barat cap Putin sebagai biang kerok krisis di sana. Ia disebut terobsesi ingin kembalikan romantisme kejayaan Uni Soviet dulu. Idealnya Dewan Keamanan PBB bertindak untuk atasi itu semua. Hmm.. tapi sepertinya masih tunggu kode dari AS. *yaa gitu deh #179words

Jumat, Mei 30, 2014

Ketika Guling Lahir

KONON, pada awal ditemukan bantal, guling belum lahir. Tradisi memeluk bantal guling di Indonesia itu nanti ada saat abad ke-18 atau 19. Dikisahken, orang Belanda yang “menciptakannya”. Karena hal ini tidak lazim dalam budaya Eropa dan Amerika, orang Inggris menyebut bantal guling: Dutch Wife. Sebenarnya ini olok-olok pelit yang mereka berikan kepada orang Belanda. Daripada menikahi pribumi di tanah jajahan, mereka membuat guling sebagai pengganti istri. Meski mengejek, orang Inggris ternyata suka juga menggunakan guling saat ke Indonesia. Sekarang giliran orang Belanda balas mengejek dengan menamai guling: British Doll. Oh ya, dulu bantal guling hanya dimiliki para bangsawan lho?! #99words

Kamis, Mei 15, 2014

(Tidak) Mandi Pagi

BERAPA kali dalam sehari Anda mandi? Saya baru tahu kalau seorang teman hanya mandi sekali setiap hari. “Ini green life style. Biar stok air di bumi tetap terjaga. Tidak mubazir.” Jawabannya politis dan sok aktivis gitu kan?! But anyway, saya juga baru tahu, ini juga dari cerita dia. Entah ngeyel atau benar. Katanya, orang-orang di Eropa dan AS, hanya mandi sekali. Pada malam sebelum tidur. Biar segar. Jadi pas bangun tidur, mereka tinggal gosok gigi lalu ke kantor. Tidak perlu mandi lagi. “Di film-film Hollywood gitu juga kan?!” Saya hanya mengangguk-angguk dengar pertanyaan retorisnya. Hmmm... ada yang mau coba?! #99words

Selasa, Mei 13, 2014

Dad Manual Book

TIAP orang punya tanggal yang jadi penanda hidup. Hari ini (13 Mei) adalah tanggal yang jadi pengingat saat saya pertama kali berperan sebagai ayah. Memang tidak mudah. Saat Anda menjadi ayah, tidak ada manual book untuk itu. Untuk hal yang punya buku panduan saja, kita sering kerepotan menanganinya. Apalagi yang tidak. Belajar jadi ayah secara otodidak itu pun super ribet. Pertama, karena yang Anda hadapi adalah bagian dari diri Anda sendiri. Meski begitu, uniknya, dia bukan Anda. Kedua, ketika Anda ingin belajar dari orang lain, belum tentu berhasil. Alasannya sederhana: karena anak Anda tidak pasti sama dengan anak mereka. #99words

Kamis, Mei 01, 2014

Topi dan Buruh

NAMANYA “pileus”. Topi yang tampak sederhana itu ternyata simbol kebebasan buruh di Yunani dan Roma. Bentuknya menyerupai tempurung kepala manusia. Topi sendiri dipercaya sudah ada sejak abad 8 hingga 6 sebelum masehi. Perkiraan waktu ini diambil dari bukti lukisan sebuah makam di Thebes, suatu kota di Mesir Kuno (sekarang bernama Luxor). Lukisan itu gambarkan seorang lelaki yang mengenakan topi jerami. Saya lalu membayangkan betapa tuanya (dalam peradaban manusia) benda yang kita letakkan saat ini di kepala. Andai orang dari masa lalu datang ke masa kini, bagaimana reaksi mereka melihat topi yang telah berubah bentuk, makna sosial dan fungsi praktisnya. #99words

Selasa, April 15, 2014

Kemaruk Jokowi

Kok kesannya Jokowi seperti sedang alami over confidence gitu?!
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang awalnya begitu jaim, sekarang memberi ruang pada Jokowi untuk menebar pesona ke calon koalisi. Mulai dari Surya Paloh (Nasdem), Muhaimin Iskandar (PKB), hingga Aburizal Bakri (Golkar). Eh, kemarin Jokowi juga bertemu dengan, katanya, beberapa duta besar. Tapi yang lebih jadi sorotan media sih pertemuannya dengan mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohamad. Apalagi saat elit PDIP yang dengan nada (agak) pongah menyebut kriteria calon wakil presiden. Mereka tidak akan memasangkan Jokowi dengan yang tidak tahu diri dan akan berperilaku seperti presiden. Cie.. yang nyindir JK?! #99words

Rabu, Januari 08, 2014

Batu


ENTAH malaikat atau setan yang menginspirasinya. Yang pasti pagi itu saya diberi gelar: Batu! Dari konteks percakapan kami, sepertinya gelar itu diberikan karena saya (rasanya) kurang dapat berempati. Buta hati gitu. Mungkin juga karena tidak punya sense of romance saat kami membahas satu lagu dari Adele. Menurut dia, lagu itu bagus. Tapi menurut saya lagu itu lebay. Maaf, judulnya tidak dapat saya sebutkan. Lupa. Emang penting ya?! Karena takut ada yang marah, nama teman itu tidak saya sebutkan di tulisan ini. Hehehe.. Suka-suka yang nulis kan?! Saya sih tidak masalah dijuluki “batu”. Alasan saya sederhana: Selalu ada sisi positif dari setiap gelar. Tsah!

Batu awalnya membawa ingatan saya pada Nabi Daud (alaihi salam). Dengan berbekal batu, ia berhasil mengalahkan tentara Jalut (Goliath) yang saat itu menguasai wilayah Palestina. Terinspirasi dari senjata Daud ini, gerakan intifadah dibangkitkan. Pemuda dan bahkan anak-anak Palestina menantang senjata dan tank Israel hanya dengan berbekal batu. Tetapi di sisi lain, Daud juga diklaim oleh Israel. Mereka percaya, Bintang David yang kini menjadi bendera Israel adalah gambar yang tertera pada tameng yang digunakan David (Nabi Daud) saat memenangkan pertarungan melawan Goliath (Jalut). Saya masih sulit membayangkan bagaimana dua pihak yang berseteru menjadikan orang yang sama sebagai motivator kemenangan. Di sini saya ingin melihat batu dari cara pandang yang lain. Sejujurnya, cara pandang ini banyak dipengaruhi sajak Abdul Hadi Wiji Muthari.

Rabu, Januari 01, 2014

Drama Kalender (Baru)


AJAIB, jarak 1 Januari dan 31 Desember itu setahun, bukan sehari?! Padahal matahari terbit pada 1 Januari seperti biasa, seperti pada hari sebelumnya. Cahayanya muncul di sela-sela awan. Kumpulan kapas putih nun tinggi di angkasa itu berarak, sesekali membawa mendung. Burung berkicau. Anak ayam mencicit mencari induk mereka. Semuanya berjalan seperti biasa. Ternyata biasa di alam nyata, dapat menjadi luar biasa di dalam kalender. Hebat kan? Malam tanggal 31 Desember juga sebenarnya adalah malam yang biasa. Semuanya berubah menjadi drama setelah manusia berkumpul, menerbangkan kembang api, membunyikan petasan dan terompet. Drama. Drama. Drama. Manusia suka drama. Menciptakannya. Menikmatinya. Meski sebenarnya itu biasa-biasa saja. Penanggalan bukankah soal angka? Pada akhirnya rasa yang menentukan nilainya.

Bayangkan, sejam duduk bersama orang yang kita rindukan, rasanya seperti semenit. Sementara semenit duduk bersama orang yang tidak kita harapkan, rasanya seperti sejam (atau mungkin lebih). Mengapa hukum waktu menjadi batal? Sejam secara matematis berarti 60 menit. Tetapi dengan alat pengukur dalam diri kita (yang entah apa namanya), waktu itu bisa berarti 60 detik atau 60 jam. Kepada rasa kita bergantung, kita berhitung. Karena di luar diri, semuanya hanya nomor tanpa makna. Hari muncul sebagai deretan angka dalam kalender. Kita menyebutnya tanggal. Setelah berjejer sebanyak 365 atau 366, keseluruhan angka itu disebut tahun.