Rabu, November 07, 2012

Spinoza (1632 – 1677): Tuhan adalah Alam



NAMA Spinoza pertama kali saya kenal dari catatan lepas filsuf Pakistan: Muhammad Iqbal. Menurut saya, dia menjadi 'penting' karena cara pandangnya yang bertentangan dengan aliran filsafat yang awam di masanya. Saya juga tertarik pada pemikiran Spinoza karena memiliki kemiripan dengan tradisi sufisme Islam. Mirip yaa, bukan sama. Posting ingin berbagi tentang siapa itu Spinoza dan apa saja yang menjadi pokok pikirannya.

Minggu, September 30, 2012

Korupsi: Melawan Eufemisme dan Pelaziman



DUA hari berturut-turut saya menonton film omnibus “Kita versus Korupsi”. Film ini tayang perdana pada akhir Juni 2012 lalu di Kendari (Sulawesi Tenggara). Tiap kali menonton, entah mengapa saya tidak dapat menahan haru saat menyaksikan film yang ketiga “Selamat Siang Rissa”. Meski tidak mirip, film itu selalu mengingatkan saya pada Ayah. “Hasil suap itu tidak akan pernah menjadi daging yang baik dalam tubuhmu,” suatu saat katanya kepada kami. Suap itu akan menjadi nanah atau daging yang busuk. Akan menjadi penyakit yang menggerogoti tubuhmu. Saat memberi atau menerima suap, bersiaplah, karena dirimu yang akan menjadi tumbalnya.

Korupsi

Tiap kita pasti punya pengalaman sendiri atas korupsi. Bahkan mungkin punya definisi sendiri atasnya. Versi Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan peribadi atau orang lain. Sementara koruptor digambarkan sebagai orang yang melakukan korupsi, orang yang menyelewengkan (menggelapkan) uang negara(perusahaan) tempat kerjanya. Sedikit berbeda dengan apa yang didefinisikan kamus, film omnibus “Kita versus Korupsi” mengkonstruksi ulang pemaknaan pada korupsi.

Senin, Juli 09, 2012

Melawan (Korupsi) dengan Film




TAHUN 2011 Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia 3,0. Makin kecil nilai indeksnya, makin besar tingkat korupsi di negara itu. Sekedar membandingkannya dengan CPI negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Singapura (9,2); Brunei (5,2); Malaysia (4,3); dan Thailand (3,4). Indeks Indonesia masih lebih baik daripada Vietnam (2,9); Philipina (2,6); Laos (2,2); Kamboja (2,1); dan Myanmar (1,5).

Dengan keadaan ini, naif jika kita menganggap pemberantas korupsi itu tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jaksa, polisi, atau para hakim. Keliru kalau kita selalu berpikir untuk melawan harus dengan turun ke jalan. Meneriakkan yel-yel anti-korupsi atau ganyang para koruptor. Siapapun kita, sebenarnya dapat menjadi pahlawan anti-korupsi. Setidaknya untuk keluarga kita. Untuk hidup kita sendiri.

Omnibus

PADA 29 dan 30 Juni lalu, film “Kita versus Korupsi” tayang di Kendari. Kendari adalah kota ke-10 dari 17 kota yang menjadi tujuan road show kampanye film anti-korupsi ini. “Kita versus Korupsi” adalah film omnibus yang berisi gabungan empat film pendek. Meski bukan dokumenter, film fiksi ini terasa seperti potret keseharian kita. Bertutur lugas tanpa menggurui.

Sabtu, April 21, 2012

Tanah Ulayat: Taman di Negeri Dongeng


Sumber foto: beritakendari.com

DENGAN Hak Inisiatifnya, DPR RI berencana mengajukan RUU Hak Atas Tanah dan RUU Penyelesaian Sengketa Agraria. Saat ini DPR sedang mengumpulkan sejumlah masukan untuk penyelesaian RUU tersebut. Benarkan RUU ini akan mampu menjawab masalah pertanahan khususnya yang saat ini sedang membelenggu masyarakat adat?

MENURUT laporan media lokal Kendari, pada Senin 9 April 2012 Ketua Komisi I DPR RI Drs. H. Kamaruddin, MH. berkunjung ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Tenggara. Agendanya meminta masukan untuk finalisasi proses penyusunan RUU Hak Atas Tanah dan RUU Penyelesaian Sengketa Agraria. Tidak ada rencana untuk merevisi UU Pokok Agraria (UUPA). Kedua RUU ini justru bertujuan untuk memperkuat kembali UUPA tersebut.

Kamaruddin berargumentasi, insiatif RUU Hak Atas Tanah dan RUU Penyelesaian Sengketa Angraria dilatarbelakangi banyaknya kasus sengketa tanah yang acap kali berujung konflik. Baik antara masyarakat yang bersengkata atau antara masyarakat dengan BPN. Di samping itu penyelesaian masalah pertanahan kerap terbentur dengan regulasi di berbagai sektor, terutama kehutanan. Pertumbuhan penduduk yang terjadi saat ini dinilai tidak diikuti oleh kebijakan terkait dengan perluasan area pengelolaan lahan masyarakat. Akibatnya, acap kali area pengolahan lahan masyarakat menjebol batas area kawasan hutan. Diharapkan kedua RUU ini dapat menjadi solusi atas masalah-masalah pertanahan yang selama ini terjadi (Kendari Ekspres: 10 April 2012).

Dari sejumlah argumentasi yang disampaikan di atas, tampak bahwa paradigma yang digunakan dalam menyusun RUU Hak Atas Tanah dan RUU Penyelesaian Sengketa Angraria tidak jauh berbeda dengan apa yang selama ini menjadi semangat UUPA: Dominasi Negara. Cirinya berupa subordinasi dan pengabaian sistem-sistem asli yang hidup dalam masyarakat. Misalnya ketika terjadi konflik, hak masyarakat adat yang bermukim di suatu kawasan harus patuh pada apa yang secara sepihak diklaim oleh Negara sebagai hutan. Meski telah merdeka lebih dari setengah abad, posisi tawar masyarakat tetap tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa kolonial.

Tulisan ini ingin memaparkan pendapat Danel Fitzpatrick atas tanah adat di Indonesia dalam perspektifnya sebagai ahli hukum asing. Fitzpatrick adalah peneliti dan Associated Professor bidang hukum di Australian National University. Ia juga adalah periset paruh waktu di Van Vollenhoven Institute for Law, Governance and Development of Leiden University (2004 - 2006). Fitzpatrick telah banyak menulis hukum pertanahan dan pembangunan di Negara Ketiga.