Rabu, April 03, 2013

Memorable Indonesian 70's Movies



TANGGAL 30 Maret lalu diperingari sebagai Hari Film Nasional. Saya tiba-tiba ingin memutar ulang ingatan saya pada beberapa film jaman dulu (jadul). Tentu ini sangat personal dan jauh dari nilai obyektif. Pertama, karena definisi jadul itu saya batasi sesuka saya (era 70-an). Kedua, saya hanya akan bercerita tentang film-film yang pernah saya tonton. Boleh jadi yang Anda pernah tonton jauh lebih menarik. Mungkin kita bisa berbagi cerita.

Tidak banyak film di era ini yang saya tonton. Masih terlalu kecil untuk bisa masuk bioskop. Paling saya bisanya tonton jika film itu tayang di TVRI meski setelah sepuluh tahun kemudian, seperti Bing Slamet Koboi Cengeng (1974).  Untuk ukuran saya di masa lalu, film ini lucu. Eh ternyata memang lucu di mata para penilai film masa itu. Di Festival Film Indonesia 1975, film in dapat hadiah khusus untuk kategori film humor terbaik. Secara umum sih, film ini hanya semacam parodi cowboy ala genre wild west gitu.

Si Buta dari Gua Hantu (1971). Saya sendiri tidak terlalu suka film ini. Tapi pemainnya sangat terkenal: Ratno Timoer. Si Buta dari Gua Hantu merupakan adaptasi dari cerita komik yang tenar di era 60an akhir. Konon, film ini sering disebut-sebut sebagai film laga terbaik di masanya. Saya sendiri waktu itu belum pernah baca komiknya. Untuk genre action, saya malah lebih tertarik dengan film Lingkaran Setan (1972). Mengapa?

Jalinan cerita dalam Lingkaran Setan lebih seru dan lebih sulit ditebak. Pemainnya aktor berkarakter: Sukarno M Noor. Film ini berkisah tentang seorang terpidana yang lari dari penjara dan ingin membalas dendam pada jaksa yang menuntutnya. Keinginannya untuk balas dendam itu muncul karena jaksa tersebut menuntunya bukan atas kejahatan yang ia lakukan. Tidak tanggung-tanggung, residivis ini menculit anak jaksa tadi dan menggunakan sebagai 'alat' balas dendam.

Dua film lain yang setema tapi berkisah dengan cara berbeda adalah Pahlawan Goa Selarong (1972) dan November 1828, produksi tahun 1978. Keduanya bertema sejarah, kisah Pangeran Diponegoro. Bedanya, dalam Pahlawan Goa Selarong, sutradara Lilik Sudjio melihatnya dari perspektif Diponegoro. Teguh Karya, sutradara November 1828 menggunakan tokoh Kapten De Borst sebagai pusat cerita yang merancang penangkapan Diponegoro. Secara pribadi, saya lebih suka film versi Teguh Karya.

November 1828 dapat enam piala Citra 1979. Masing-masing untuk kategori: (1) Film Terbaik, (2) Sutradara Terbaik, (3) Fotografi Terbaik, (4) Musik Terbaik, (5) Penata Artistik Terbaik, dan (6) Pemeran Pembantu Terbaik yang diperankan El Manik. Oh ya, saat menulis artikel ini saya baru tahu kalau pihak yang yang menjadi produser film Pahlawan Goa Selarong tadi adalah Kodam VII Diponegoro.

Terlepas dari tema sejarah, film Intan Berduri (1972) juga mengesankan saya. Mungkin karena di film ini Benyamin S tidak memainkan peran kocak, jadi rasanya beda saja. Tetapi mungkin saja juga lebih pada kisahnya. Drama tentang keluarga miskin yang tiba-tiba jadi kaya mendadak karena menemukan sebongkah intan yang masuk dalam bubu yang ia pasang di sungai. Perubahan hidup drastis dari miskin menjadi kaya, tidak mudah bagi keluarga itu. Yang lebih tragis lagi, ternyata intan tersebut tidak cukup berharga seperti yang digembar-gemborkan oleh para kolektor. Akhirnya keluarga ini kembali miskin lagi. Film Intan Berduri berhasil raih dua piala Citra 1973: untuk kategori aktor (Benyamin S) dan aktris (Rima Melati) terbaik.

Masih film dengan genre drama, Gita Cinta dari SMA (1979) begitu mengharu biru. Ini film romantis pertama yang sangat mempesona saya. Bisa jadi karena aktornya tampan dan aktrisnya cute (wajah, cara bertutur dan satu lagi, tatapannya). Kisahnya juga tentang cinta yang 'terhalang', bukan terlarang. Atau karena ilustrasi musiknya yang pas, maklum Guruh Sukarnoputra yang memainkannya. Begitu terlibatnya secara emosional, sampai-sampai saat itu saya berharap agar Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessi Gusman) benar-benar jadian di dunia nyata. Hehehe...  ***

Tidak ada komentar: