Kamis, Juni 13, 2013

Menjala Simpati




SETIAP orang dari kita ingin diterima oleh orang lain dalam lingkungan di mana mereka berada. Karena itu, menarik simpati orang lain menjadi hal yang penting. Apalagi jika kita memang berkeinginan untuk melakukan sebuah perubahan. Misalnya ingin memperbaiki keadaan sebuah komunitas atau ingin memasarkan ide yang kita yakini akan memberi manfaat yang besar pada orang lain. Tidak terkecuali dalam konteks yang lebih kecil, simpati orang lain kita butuhkan untuk mendukung hal-hal baik yang ingin atau sedang kita lakukan. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana melakukaknnya?

Obrolan Rabu sore (12/6) kemarin mengangkat tema itu dalam program Respect Your Life yang disiarkan langsung melalui Pro 2 RRI Kendari. Ini kali kedua saya menjadi narasumber (baca: Bermimpi, Lalu Bangunlah). Lagi-lagi saya harus berterima kasih pada Titiek Puspitawaty yang mengundang sebagai narasumber dan Lala (Asnar Syarifuddin) yang bela-belain bertugas dan berperan sebagai moderator. Saya bersyukur tidak batuk selama live. Batuk adalah sebentuk alaram di tenggorokan saya yang akan menyala jika kikuk, mati gaya. Apalagi dikelilingi perempuan-perempuan cerdas dengan pertanyaan-pertanyaan kritis.

Hmmmm... sampai di mana kita tadi? Oh ya, mungkin kita mulai saja dari pertanyaan yang dilemparkan Titiek kepada saya: “Apa yang harus dimiliki seseorang agar dapat menumbuhkan simpati dari orang lain?” Jika ingin disederhanakan ada dua: #1 kepribadian yang positif dan #2 kemampuan untuk mengirim pesan yang dapat diharapkan menciptakan efek positif. Untuk poin yang kedua ini, Titiek menyebutnya: kemasan (packaging). Saya sendiri menggunakan istilah “mengirim pesan” karena pada dasarnya setiap saat, setiap orang dari kita, sadar atau tidak, selalu mengirimkan sejumah pesan yang dapat dimaknai oleh orang lain yang ada di sekitar kita.

Kepribadian positif. Mereka yang dapat membuat orang lain simpati umumnya memiliki kepribadian positif. Kepribadian yang positif selalu bermula dari konsep diri yang positif juga. Tidak memposisikan diri lebih tinggi, lebih pintar, atau di atas orang lain. Sikapnya egaliter. Pekertinya baik. Mereka dapat menerima orang lain dengan apa adanya sebagaimana mereka ingin diterima apa adanya. Kepribadian positif juga dapat digambarkan dengan kemampuan untuk berempati, ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain (tanpa harus mengalaminya). Satu lagi yang tidak kalah pentingnya adalah kejujuran. Jujur di sini lebih tepat kalau diartikan sebagai ketulusan untuk mengatakan atau menunjukkan jati diri apa adanya, tanpa harus berupaya untuk selalu terlihat sempurna.

Keahlian mengirim pesan. Jangan terkecoh dengan kata “keahlian”. Tidak dibutuhkan kursus atau sekolah khusus untuk memilikinya. Keahlian yang dimaksud dalam konteks ini adalah ketepatan cara dan pilihan pesan yang disampaikan kepada orang lain agar mereka bersimpati. Sebelum melakukan itu, kita terlebih dahulu harus mengetahui kepada siapa pesan itu akan kita kirim. Beda target, beda pula cari kita mengemas dan memilih cara untuk menyampaikannya. Mengetahuai laterbelakang penerima pesan kita, termasuk kebutuhan mereka, akan sangat membantu dalam menentukan pilihan kata atau pesan seperti apa yang akan kita sampaikan. Intinya, kita akan dengan lebih mudah berkomunikasi dengan “bahasa” mereka.

Mereka yang ingin menarik simpati orang lain, dapat menggunakan bahasa verbal ataupun nonverbal. Bahasa verbal umumnya ditujukan untuk menggugah pikiran dan kepercayaan orang lain. Sedangkan bahasa nonverbal lebih sering bertujuan untuk menggugah perasaan dan penerimaan mereka. Misalnya dengan cara memilih pakaian yang tepat, mengatur posisi saat berbicara, ekspresi yang tepat, atau memberi sentuhan positif seperti bersalaman. “Bagaimana kalau ditolak?” begitu tanya Lala. Kalau ditolak, ada dua kemungkinan. Pertama, pengetahuan awal kita belum cukup baik untuk menjadi rujukan dalam mengemas pesan dan cara menyampaikannya. Kedua, cara kita mengemas pesan belum optimal.

Pengetahuan awal yang dimaksud di sini ya itu tadi: mengetahui segala hal terkait kepada siapa pesan itu akan kita kirim. “Ada pendapat menyatakan, makin banyak hal yang kita ketahui, makin membuat kita ragu untuk memilih langkah yang tepat,” sambung Titiek. Tapi bagi saya, makin banyak tahu makin bagus, karena kita dapat memilih untuk menggunakan strategi “berperang” (red ocean strategy) atau strategi “membuat panggung baru” (blue ocean strategy). Strategi “berperang” maksudnya, kita menyiapkan segala hal untuk meyakinkan mereka yang menolak kita tadi. Sedangkan strategi “membuat panggung baru” lebih pada upaya kita untuk memilih jalan yang tidak konfrontatif dengan mereka yang menolak kita.

Bagaimana jika masih juga ditolak? Dalam kata lain, kita tidak dapat menarik simpati mereka. Apa yang kita lakukan tadi adalah upaya. Sedangkan simpati yang kita harapkan itu adalah hasil. Upaya masuk dalam area yang dapat kita kendalikan, kita optimalkan, sedangkan hasil itu ada dalam ranah yang tak dapat sepenuhnya dapat kita kendalikan. Sikap yang baik menurut saya adalah tetap berupaya untuk melakukan apa yang dapat kita lakukan dengan cara yang terbaik yang dapat kita berikan. Mudah-mudahan Tuhan membantu kita untuk melakukan apa yang tidak dapat kita lakukan, untuk mengubah apa yang tidak dapat kita ubah. Itu! (eh koq jadi Mario Teguh wanna be ya?)***

Tidak ada komentar: