Jumat, Juli 30, 2010

Peradaban Plastik: Memecah Rantai Polimer*



KEMANA kita akan lari dari plastik? Hampir di setiap ruang, in door – out door, privat maupun publik, plastik hadir bersama kita. Itu yang kasat mata. Plastik juga hadir dalam kandungan beberapa produk kecantikan wanita seperti sabun untuk lulur, produk pembersih tangah, sampai krim mandi. Manusia sedang membangun peradaban plastik. Dan tanpa sadar manusia sedang dikepung oleh plastik.

Peneliti senior di Research Triangle North Carolina, Anthony Andrady mengemukakan, “Kecuali sebagian kecil yang telah dibakar, setiap plastik yang pernah dibuat dalam 50 tahun terakhir masih ada. Ada entah di mana di lingkungan kita.” Produksi keseluruhan plastik selama setengah abad ini sekarang sudah lebih dari satu miliar ton.

Sebagai ilustrasi, negara berkembang seperti India saja, saat ini memiliki 5.000 pabrik plastik yang sedang membuat kantung plastik. Kenya memproduksi 4.000 ton kantung plastik setiap bulan, tanpa tanda-tanda akan melakukan daur ulang. Itu baru kantung. Sejumlah produk dalam kemasan plastik atau yang bahan dasarnya terbuat dari plastik tentu lebih banyak lagi. Di seluruh belahan benua.

Tidak di daratan saja, plastik juga hadir di laut. Tahun 1975, U.S. National Academy of Sciences telah membuat taksiran bahwa semua kapal yang melayari laut secara bersama-sama membuang 3,6 juta kilogram sampah plastik setiap tahunnya. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa armada kapal dagang dunia telah membuang sekitar 639.000 wadah plastik ke laut setiap harinya.

Charles Moore, aktivis Algita Marine Research Foundation, mengklaim 90 persen sampah yang mengapung di laut adalah plastik. Dan plastik telah menjadi ciri paling lazim yang dapat ditemukan di semua lautan dunia.

Tahun 2005, Moore pernah melaporkan bahwa kumpulan sampah di samudra Pasifik terus berpusar mencapai wilayah seluas 26 juta kilometer persegi. Hampir seluas benua Afrika. Moore menyimpulkan, 80 persen sampah yang terapung di laut tersebut berasal dari daratan.

Dari sudut pandang yang berbeda, plastik sebenarnya telah ada sejak jutaan tahun lalu. Plastik adalah polimer: konfigurasi molekuler sederhana dari atom-atom karbon dan hidrogen yang saling bersambung berulang-ulang membentuk rantai-rantai.

Alam sebenarnya lebih dahulu memproduksi polimer. Sejenis ulat memintal serat-serat polimer yang disebut sutra. Pepohonan muncul dan mulai membuat selulosa dan lignin yang juga merupakan polimer alami. Kapas dan (getah) karet adalah polimer. Tubuh kita juga memproduksi polimer dalam wujud kolagen yang antara lain membentuk kuku jemari kita.

Hal yang paling mendasar yang membedakan polimer-polimer alami tadi dengan plastik seperti yang kita kenal saat ini adalah penguraiannya menjadi partikel-partikel kecil yang bersahabat dengan alam. Seperti hidrokarbon manapun, plastik pasti mengalami pelapukan secara biologis (biodegradasi). Sayangnya itu terjadi pada laju yang begitu lambat sehingga hampir tidak memiliki konsekuensi praktis.

Plastik juga dapat mengalami penguraian melalui proses fotodegradasi. Kekuatan plastik bergantung pada panjang rantai-rantai polimer mereka yang saling belit. Setelah cahaya ultraviolet (UV) memutus mereka, plastik mulai tercerai berai.

Namun proses penguraian ini tidak begitu saja dengan mudah dapat terjadi. Di daratan, plastik yang terkubur di tempat dengan sedikit air, tanpa cahaya matahari atau oksigen, akan tetap utuh untuk waktu yang lama. Itu juga berlaku jika plastik tenggelam di lautan, terkubur oleh endapan-endapan.

Di dasar laut tidak ada oksigen dan suhunya sangat dingin. Jika berada di permukaan laut, selain suhu air yang lebih dingin (dibandingkan daratan), belitan ganggang juga menghalangi terpaan cahaya UV.

Meski demikian, ilmuwan seperti Anthony Andrady meyakini, plastik yang ada sekarang akan membutuhkan ratusan tahun untuk bisa dikonsumsi mikroba. Sebagai mana mereka memakan tumbuhan dan minyak. Sejak membanjirnya produk berbahan dasar plastik tahun Pasca Perang Dunia II tahun 1945, waktu setengah abad masih terlalu singkat bagi evolusinya.

Yang pasti, tekanan dari atas dan bawah akan mengubah plastik menjadi sesuatu yang berbeda. Seperti hewan dan pepohonan yang terkubur berjuta tahun, dengan proses geologi berubah menjadi minyak dan barubara. Yang jadi pertanyaan kemudian: “Kapan?” Jawabannya: “Tentu tidak dalam bilangan puluhan tahun.”***


*Seluruh data dalam tulisan ini dikutip dari “The World without Us” karya Alan Weisman (2007).

Tidak ada komentar: