TIDAK sedikit orang yang beranggapan wudhu hanyalah ritual bersih-bersih sebelum shalat. Saya pun awalnya berpikir seperti itu. Namun setalah membaca buku karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, barulah saya sadari bahwa wudhu memiliki dimensi metafisika. Bukan sekedar membersihkan bagian tubuh (yang kotor).
Karya-karya Imam Al-Ghazali banyak dan tersebar. Ada yang menyebutkan jumlah 98 karangan. Satu dari sekian karyanya yang terkenal adalah “Ihya Ulumuddin” (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama). Buku “Mutiara Ihya Ulumuddin” cetakan 2008 ini merupakan ringkasan dari berjilid-jilid kitab “Ihya Ulumuddin” yang ditulis kembali oleh sang Imam.
Dalam buku ini, Al-Ghazali membahas segala topik tentang Islam dan pengamalan ibadah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Satu di antaranya tentang Rahasia Bersuci. Rasulullah SAW bersabda: “Agama didirikan dengan dasar kebersihan.” Dalam kesempatan lain beliau juga bersabda: “Kunci shalat adalah kesucian.”
Sang Imam mengelompokkan bersuci ke dalam empat tahap. Pertama, membersihkan jasmani dari hadas (kotoran). Kedua, membersihkan anggota badan dari kejahatan dan perbuatan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak tercela. Terakhir, membersihkan batin dari selain Allah SWT. Inilah tingkatan bersuci para nabi dan siddiqin (seperti para wali kekasih Allah SWT)
Pada bab Rahasia Bersuci, Al-Ghazali mengingatkan kembali akan adanya tujuan di balik wudhu yang lebih besar. Ini yang saya sebut sebagai Metafisika Wudhu. Tujuan ini yang dilafalkan dalam bentuk doa (yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW) setiap kali bagian-bagian tubuh dibasuh air.
Imam Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H di Thus, Iran. Sepanjang hidupnya dihabiskan untuk belajar dan mengajarkan agama Islam di berbagai tempat. Awalnya ia berguru pada Imam Al-Haramain di Naysabur hingga ia diangkat menjadi wakil sang guru untuk membimbing murid-murid yang lain. Kemudian ia ke Bagdad, Irak. Dan tahun 39 tahun ia ke Damaskus, Syiria. Kemudian ke Bait Al-Maqdis di Palestina. Sampai akhirnya ia kembali bermukim di Thus (Iran) hingga akhir hayatnya.
Senin 14 Jumadil Al-Akhir 505 H Imam Al-Ghazali wafat di tanah kelahirannya. Ibnu Al-Jauzi dalam bukunya “Al-Muntazhim” menuliskan bahwa menjelang wafatnya, ia diminta sebagian sahabatnya untuk berwasiat. Imam Al-Ghazali menjawab, “Hendaklah engkau ikhlas.” Senantiasa ia mengulanginya hingga meninggal dunia.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar