...
seberapa penting kita memiliki
seberapa jauh arti memiliki
seberapa dalam perlunya rasa memiliki
...
mampukah kekuatan benak mengatasi semua
...
meredam hasrat memiliki
ataupun
meredam rasa takut akan kehilangan
...
seberapa penting kita memiliki
seberapa jauh arti memiliki
seberapa dalam perlunya rasa memiliki
...
mampukah kekuatan benak mengatasi semua
...
meredam hasrat memiliki
ataupun
meredam rasa takut akan kehilangan
...
INI penggalan posting seorang teman. Sederhana tetapi mengusik. Saya seolah diajak untuk merenung: untuk apa seseorang memiliki? Memiliki apa saja. Bagaimana kita dapat memiliki tanpa takut kehilangan? Apa pentingnya rasa kehilangan? Kehilangan apa saja.
Saya jadi ingat kisah tokoh sufi terkemuka: Ibrahim bin Ad'ham. Di suatu fase spiritualnya, beliau meninggalkan segala urusan dunia. Siang malam diabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Tuhan. Sampai pada suatu saat, Ibrahim berjumpa dengan seseorang dan menanyakan perihal kehidupannya tersebut.
Ternyata ia mulai laku hidup seperti itu setelah melihat seekor burung yang terbujur tak berdaya di atas tanah. Sayapnya patah. Ibrahim membatin: “Burung ini tidak akan dapat hidup dan sebentar lagi pasti akan mati.” Namun tanpa ia duga, ada seeokor burung lain terbang di atasnya. Melemparkan tangkai gandum tepat di depan burung yang terbujur tadi. Tuhan ternyata menjamin rezki untuk burung yang lemah dan tak berdaya sekalipun. Apalagi rezki manusia. “Sejak saat itu,” kata Ibrahim, “aku memasrahkan hidup dan segala urusan duniaku kepada Tuhan.”
Mendengar jawaban Ibrahim, orang tadi bertanya lagi. “Mengapa kau melihat burung yang tak berdaya di atas tanah? Mengapa kau tidak menjadi burung yang terbang? Ia memberi dan berbagi kepada saudaranya yang membutuhkan.” Ibrahim tertegun. Beliau bagai ditampar. Sejak saat itu, selain beribadah, siang hari ia isi juga dengan bekerja dan berbagi kepada sesama.
Kisah Ibrahim ini mengajarkan kepada saya bahwa kita harus memiliki ilmu. Dengan ilmu kita dapat menolong. Menolong diri kita. Menolong orang lain. Menolong sekitar kita. Kita harus memiliki harta. Dengan harta kita memenuhi kebutuhan kita. Tidak jadi beban orang lain. Dengan harta kita dapat berbagi. Kepada siapa saja.
Kita juga harus memiliki pasangan (menikah). Dengan menikah kita dapat bersinergi. Dapat memiliki keturunan yang akan melanjutkan kehidupan. Meneruskan misi memakmurkan bumi dan menolong sesama. Kita harus memiliki teman. Dengan teman kita dapat melakukan hal yang paling mustahil sekalipun.
Bagaimana dengan rasa takut akan kehilangan? Pada kadar tertentu, takut kehilangan tidak selamanya berarti buruk. Dengan perasaan itu, kita akan menjaga apa yang kita miliki. Ilmu, harta, keluarga, teman, dan apa saja yang telah kita raih. Itu bentuk tanggung jawab dan syukur kepada Tuhan yang memberikan (atau tepatnya: “menitipkan”) itu semua kepada kita.
Ketakutan yang berlebihan hanya menjadikan kita seperti penjaga gudang buku. Tidak menginginkan ada ilmu yang dapat diakses oleh orang lain. Menjadikan kita serakah dan terus menerus mengumpulkan harta dengan jalan apa saja tanpa pernah mau membaginya. Ketakutan yang berlebihan juga menjadikan kita begitu posesif dan dominan. Bahkan kepada orang-orang yang sebenarnya kita cintai.
Yang tidak pernah memiliki tidak akan pernah kehilangan. Kalau tidak mau kehilangan, jangan memiliki. Tetapi kita tidak akan dapat berbagi kalau tidak memiliki. Mungkin tujuan mulia dari memiliki adalah untuk berbagi. Untuk memberi kemanfaatan bagi mereka yang tidak memiliki. Dengan niat mulia itu, kita harus memiliki tanpa perlu takut akan kehilangan. Karena toh awalnya kita tidak memiliki apa-apa.***
Inspired by Jolanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar