SAYA baru saja membaca laporan majalah National Geographic edisi Januari 2008 tentang sampah teknologi. Majalah itu menyebutnya: “e-waste”. Ternyata, perangkat elektronik seperti televisi, monitor, serta jeroan komputer menyimpan racun mematikan. Khususnya saat telah menjadi sampah. Apa yang harus kita lakukan untuk itu?
Televisi atau kotak monitor komputer CRT mengandung hingga empat kilogram timah. Dalam kadar rendah, timah dapat merusak perkembangan mental anak. Untuk kadar yang lebih tinggi, timah adalah racun saraf yang juga membahayakan ginjal dan sistem reproduksi. Monitor juga mengandung barium yang dalam paparan di atas ambang normal menyebabkan gangguan lambung dan usus, kesulitan bernapas, dan fluktuasi tekanan darah.
Layar monitor yang tipis (LCD), sebagai pengganti tabung monitor, memang sudah kurang beracun secara keseluruhan. Namun ia masih mengandung merkuri pada lampu yang menerangi layar dari bagian belakang. Merkuri berpotensi merusak otak dan ginjal, berbahaya bagi perkembangan janin, dan dapat berpindah kepada bayi melalui air susu ibu.
Dalam kotak CPU, motherboard dan konektor dalam kotak CPU mengandung berilium. Zat penyebab kanker (karsinogenik). Debunya dapat menyebabkan penyakit paru-paru. Kebel dan kawat dalam jeroan komputer mengandung sedikitnya tiga zat mematikan. Pertama, PVC yang jika dibakar menjadi abu yang menghasilkan dioksin yang sangat beracun. Kedua, zat penahan api yang diberi bromin merupakan kelompok senyawa penyebab kerusakan kelenjar gondok (tiroid) dan dapat membahayakan perkembangan janin. Ketiga, zat kadmium yang dalam jangka panjang karsinogenik ini merusak ginjal dan tulang. Kadmim juga terdapat dalam baterai laptop.
Anehnya, meski dapat membunuh, e-waste tetap menjadi incaran. Sampah mematikan ini menjadi berharga karena ternyata mengandung sejumlah besar perak, emas, dan logam-logam berharga lainnya yang merupakan penghantar listrik yang sangat efisien. Ini yang menyebabkan negara-negara miskin mau saja menjadi tempat pembuangan e-waste. Warga miskin di pinggiran New Delhi (India) bahkan mengolah papan sirkuit komputer dengan cara yang sederhana untuk mendapatkan timah. Padahal selain timah, zat mematikan sepeti bromin dan merkuri juga ada dalam papan sirkuit.
Kita baru membedah satu dari begitu banyak hasil teknologi buatan manusia. Bagaimana dengan perangkat yang berbahan dasar kaca, karet, plastik, besi, baja, nikel, atau aluminium? Dapatkah kita hidup sehat berdampingan dengan sampah-sampah itu? Kita tidak dapat berlepas tangan dan membiarkan bumi untuk mengurainya. Manusialah yang paling bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Sebelum terlambat, sudah harus dipikirkan dan diambil langkah untuk itu. Mulai dari membuat dan menegakkan regulasi yang mengikat para pihak yang terkait, hingga melakukan proses daur ulang. Tiga faktor yang setidaknya menjadi penentu langka tersebut. Pertama, keinginan politik para pemegang kebijakan. Kedua, dukungan atau tekanan dari publik, LSM, atau media. Ketiga, kondisi pasar karena industri harus memproduksi barang yang ramah lingkungan. Selain itu, proses daur ulang dapat menjadi sebuah industri tersendiri.
Jika ini tidak dapat (atau mungkin enggan) kita lakukan, apa yang pernah diucapkan Chairil Anwar dalam sebuah bait puisinya, dan juga menjadi keinginan manusia di bumi, hanya akan menjadi angan belaka: “Aku ingin hidup seribu tahun lagi.”***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar