MENGAPA Barack Obama menjadi buah bibir? Setelah berhasil lolos melawati pintu Partai Demokrat bersaingan dengan Hillary Clinton, ia dijagokan untuk menjadi presiden baru Amerika Serikat (AS) mengalahkan John McCain. Jika terpilih pada pemilu November 2008, mungkinkah Senator Negara Bagian Illinois ini akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk perdamaian dunia?
News Maker
Wacana politik AS dan dunia dibentuk oleh media massa (cetak dan elektronik, termasuk internet). Ilmuwan Komunikasi seperti Dan Nimmo menyebut media sebagai Komunikator Politik. Dalam bahasa sederhana, bila dipersonifikasikan, mereka seperti penutur (storyteller). Media hanya tertarik pada obyek yang memiliki sisi “yang berbeda” (karena hanya yang distingtif dapat memancing perhatian publik).
Pada titik ini Obama diuntungkan. Dari perspektif ilmu komunikasi, dia lebih banyak memiliki cerita “memukau”. Obama memiliki hampir semua kriteria nilai berita (news value) seperti: kebaruan, ketokohan, dan kontradiksi. Itulah yang menyebabkan ia terus menerus menjadi sorotan media (news maker).
Sadar atau tidak, Obama menjadi sosok pahlawan bagi warga kulit berwarna di AS. Ia juga dapat dilihat sebagai simbol kesetaraan. Ayahnya berasal dari Kenya. Tampilnya Obama, seolah memecah mitos bahwa hanya mereka yang berkulit putih saja yang dapat menjadi presiden. Cerita Obama juga memiliki nilai “kontradiksi”. Ini menarik bagi media. Usianya yang 46 tahun (bandingkan dengan McCain 72 tahun) mencitrakannya sebagai sosok yang “menjanjikan”.
Lobi Yahudi
Setelah dinyatakan menang sebagai calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Barack Obama menyatakan dukungan kuat untuk Israel dalam pidato kebijakan luar negerinya. Di hadapan kelompok lobi Yahudi di Amerika, American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), Obama mengatakan keamanan Israel adalah hal yang “sakral” dan “tidak bisa dibantah” (BBC: 4 Juni 2008).
Sudah menjadi rahasia umum di AS, seorang kandidat presiden harus mendukung Israel. Jika tidak, bersiaplah untuk gugur di tengah jalan. Juga bukan rahasia lagi, hampir tidak ada politikus Partai Demokrat yang sukses tanpa dukungan kelompok Lobi Yahudi terkuat di AS itu. Termasuk dalam urusan dana kampanye.
Jika Obama terpilih, boleh jadi yang ada hanyalah kemenangan simbolik. Termasuk bagi Indonesia, tempat di mana Obama pernah mampir bersekolah di masa kecil. AS tetap akan menjadi menjadi bodyguard Israel dan berperilaku sebagai negara unilateral yang hanya mau menang sendiri. AS bukanlah teman apalagi sahabat. Seperti kata Soekarno, “Lebih baik ke neraka sendiri daripada ke surga berteman Amerika.” Obama atau siapa, sama saja! ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar